Switzerland, majalahjustforkids.com – WWF Internasional menyerukan kepada pemerintah di setiap negara untuk mendukung larangan global dan penghapusan produk plastik sekali pakai yang ‘paling berisiko tinggi dan tidak perlu’ – diantaranya alat makan (dari plastik) sekali pakai, rokok elektrik, dan mikroplastik di kosmetik, jelang pembicaraan penting tentang perjanjian polusi plastik PBB yang berlangsung di Paris dari 29 Mei – 2 Juni 2023.
Menyadari hubungan masyarakat dengan plastik yang sudah kompleks, saling berhubungan, dan mendalam, analisis ini juga mempertimbangkan konsekuensi lingkungan, kesehatan, dan sosial yang tidak diinginkan dari menghilangkan atau mengganti dengan jenis plastik tertentu.
“Kami terkunci dalam sistem dimana kita sekarang memproduksi plastik dalam jumlah yang jauh melampaui apa yang dapat ditangani oleh negara manapun, yang mengakibatkan krisis polusi plastik yang memengaruhi lingkungan serta masyarakat,” kata Mr. Marco Lambertini, Utusan Khusus WWF.
“Dan jika kita tidak mengambil tindakan sekarang, situasinya akan menjadi lebih buruk. Pada 2040 nanti, produksi plastik global akan berlipat ganda, kebocoran plastik ke laut akan menjadi tiga kali lipat dan menjadikan total volume polusi plastik di lautan akan menjadi empat kali lipat. Kita tak bisa membiarkan ini terjadi. Polusi plastik adalah masalah global yang membutuhkan solusi global. Para negosiator harus memerhatikan panduan dalam laporan ini dan bekerja sama untuk membuat perjanjian dengan aturan global yang mengikat, komprehensif, dan spesifik yang dapat mengubah arus menjadi krisis plastik,” tambahnya.
Penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2015, 60% dari semua plastik yang pernah diproduksi, telah mencapai akhir masa pakainya dan telah dibuang. Saat ini, secara global, kurang dari 10% produk plastik didaur ulang.
“Banyak negara sudah menerapkan langkah-langkah, mulai dari larangan barang-barang plastik seperti tas atau sedotan dan pengaduk, hingga microbeads dalam kosmetik atau makanan dan minuman sekali pakai,” kata Mr. Lambertini.
Terlepas dari peraturan dan langkah-langkah sukarela di tingkat nasional, upaya belum cukup terbukti untuk menghentikan plastik bocor ke lingkungan di satu lokasi, dan berakhir ratusan atau bahkan ribuan kilometer jauhnya. Plastik sekali pakai, mikroplastik, dan peralatan memancing yang hilang atau dibuang – yang dikenal sebagai “peralatan hantu” – sekarang menjadi mayoritas polusi plastik di lautan.
“Banyak komunitas tidak memiliki infrastruktur untuk menangani rentetan sampah plastik yang membanjiri kehidupan mereka, juga tidak banyak pemerintah yang mampu membayar layanan pengumpulan. Jadi masyarakat dibiarkan mengelola limbah sendiri yang dapat menyebabkan impact negatif pada kesejahteraan mereka,” kata Ibu Zaynab Sadan, Koordinator Kebijakan Plastik WWF untuk Afrika.
“Menghilangkan plastik sekali pakai yang berisiko tinggi dan tidak perlu adalah langkah pertama menuju penciptaan ekonomi yang lebih adil dan lebih sirkular, tetapi perjanjian tersebut harus memastikan pengakuan dan inklusi mereka yang mungkin terkena dampak larangan tersebut, seperti pekerja sampah informal. Negosiasi di Paris adalah kesempatan yang tidak dapat dilewatkan untuk mengedepankan langkah-langkah global yang akhirnya dapat menjauhkan kita dari pola pikir sekali pakai yang memicu krisis alam ganda dan iklim, dan menempatkan kita pada jalur alam-positif,” sebutnya.
Setelah awal yang menjanjikan pada pertemuan Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC) pertama tahun lalu, negosiator sekarang harus menyempurnakan rincian teks perjanjian untuk mengatasi polusi plastik secara paling efektif dan adil.
Dalam konteks Indonesia, saat ini WWF-Indonesia mendukung pemerintah Kota Bogor, Depok, dan DKI Jakarta untuk menanggulangi sampah plastik.
“Kami bekerja dengan pemerintah Kota Bogor, Depok, dan Provinsi DKI Jakarta dalam mengurangi kebocoran plastik sebanyak 30% ke alam,” ujar Bapak Aditya Bayunanda, CEO WWF-Indonesia. Lanjut Bapak Aditya, “Dengan cara penguatan bank sampah, edukasi di sekolah, dan juga penguatan kebijakan untuk sirkular ekonomi, bekerjasama dengan perusahaan yang memroduksi FMCG (Fast Moving Consumer Good) untuk penerapan EPR (Extended Producer Responsibility)”.
Dalam rangkaian pertemuan yang diinisiasi PBB untuk global treaty, akan ada pertemuan Internasional Forum of Mayor seluruh dunia untuk menghentikan polusi plastik. Rencananya Wali Kota Bogor, Bima Arya akan hadir dalam pertemuan tersebut pada 24-27 Mei. Forum ini akan mempertemukan wali kota seluruh dunia, peneliti, LSM, organisasi antar pemerintah, filantropi, dan perusahaan yang berkomitmen untuk memerangi polusi plastik dan menemukan solusi untuk mengurangi dampak polusi plastik di planet ini dan akan dibawa hasilnya pada pertemuan PBB nantinya.
Foto: Ist