Pandemi Covid-19 mengakibatkan terjadinya perubahan pola hidup dan disrupsi sistem kesehatan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Fasilitas pelayanan kesehatan difokuskan untuk penanganan Covid-19, sehingga banyak pelayanan kesehatan rutin terganggu, termasuk tidak beroperasinya posyandu dan pelayanan konseling ibu hamil dan menyusui di Puskesmas. Sehingga dikhawatirkan akan berdampak pada perilaku laktasi dan menyusui ibu Indonesia.
Namun, penelitian terbaru yang dilakukan oleh Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK dari Health Collaborative Center (HCC) justru menunjukkan bahwa keterbatasan operasional fasilitas kesehatan ibu hamil dan menyusui serta akses pelayanan konseling tidak menurunkan perilaku laktasi Ibu Indonesia, terutama kalangan Ibu Pekerja. Survei daring dari HCC yang dilakukan di 20 provinsi di Indonesia membuktikan, selama masa pandemi Covid-19 di tahun 2020, angka ASI Eksklusif meningkat tajam mencapai 89 persen.

Menurut Ketua Tim Peneliti Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, “Kebijakan PSBB yang mengharuskan ibu tetap berada di rumah justru memberi pengaruh positif terhadap peningkatan perilaku laktasi. Angka ini meningkat tajam dibanding angka ASI Eksklusif di Indonesia selama beberapa tahun ini yang masih berkisar antara 30-50 persen.”

Dr. Ray Wagiu Basrowi menjelaskan, penelitian dilakukan terhadap 379 responden Ibu Menyusui dari 20 provinsi di Indonesia ini menunjukkan bahwa  peningkatan angka keberhasilan ASI Eksklusif di Indonesia selama masa pandemi terjadi sangat tinggi pada kelompok yang bekerja dari rumah (work from home) yaitu sebesar 97,8 persen serta pada kelompok Ibu menyusui yang tetap kerja dari kantor (work from office) sebesar 82,9 persen.

Temuan lain dari tim peneliti yang terdiri dari Prof. Dr. dr. Sudigdo Sastroasmoro, SpA(K) dan dr. Levina Chandra Khoe, MPH memperlihatkan bahwa pemanfaatan konsultasi layanan kesehatan daring (online) selama Masa Pandemi Covid-19 (PSBB) di Indonesia sangat membantu Ibu menyusui. Terbukti dari banyaknya jumlah ibu menyusui (sebesar 70 persen) yang berkonsultasi laktasi dengan tenaga kesehatan secara daring, terutama melalui aplikasi WhatssApp (sebesar 40 persen). Mayoritas responden mengakui layanan kesehatan daring selama masa pandemi sangat membantu dan efektif.

Namun Dr. Ray menambahkan, penelitian ini menemukan masih banyak responden yang mengakui kendala jaringan dan kekhawatiran terhadap kerahasiaan data adalah faktor yang menghambat kualitas konsultasi menyusui secara daring. “Itu sebabnya penting bagi pemerintah untuk memastikan aspek aksesibilitas dan kualitas jaringan serta tidak lupa melindungi aspek privasi dan perlindungan data pribadi serta detail medical record pasien yang memanfaatkan fasilitas telekonsultasi” tegas Dr. Ray Basrowi.

Temuan lain adalah 6 dari 10 Ibu mengakui keberadaan susu formula tidak jadi alasan berhenti menyusui selama masa pandemi serta 5 dari 10 Ibu mengakui waktu kerja tidak fleksibel (harus WFO dan WFH)  tidak menghalangi untuk tetap menyusui. Menurut dr Ray ini adalah bentuk semakin tingginya tingkat pengetahuan Ibu Menyusui di  Indonesia terhadap manfaat ASI Eksklusif bagi kesehatan bayi dan ibu.

Sementara itu salah seorang responden penelitian, Saskya Nabila Martin mengungkapkan, kebijakan PSBB memberi kemudahan bagi ibu menyusui terutama ibu pekerja untuk punya waktu lebih banyak dan berkualitas dalam mengasuh bayi termasuk memastikan kesuksesan menyusui secara eksklusif. Menurut Saskya, “Meskipun kesempatan konsultasi langsung dengan dokter menjadi terbatas, namun kesempatan untuk lebih hands-on dalam merawat bayi akibat keterbatasan aktifitas di luar rumah  selama pandemi memberi dampak positif untuk keberhasilan menyusui dan kedekatan emosional antara ibu dan bayi yang berguna untuk tumbuh kembang si kecil.”

You may also like
Latest Posts from Majalahjustforkids.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *