“Berani nggak hayooo?” tantang Ana sambil bertolak pinggang dengan sombong kepada Dodi. “Aku berani!” seru Dodi. “Kalian sedang diskusi tentang apa sih?” tanya Lisa yang baru saja bergabung dengan teman-temannya sehabis membeli makanan di kantin.
Dodi lalu menunjukkan hasil cetak printer sebuah berita. Lisa segera membacanya. “Pemakaman Giri di desa Kelung dihindari masyarakat karena angker…” Lisa meringis ketakutan. “Desa Kelung itu tempat tinggal Nenekku! Minggu depan, aku mau ke sana dan Dodi mau ikut. Aku tantang dia untuk uji keberanian, pergi ke kuburan Giri,” kata Ana. “Oooh, aku juga ikut ya!” seru Lisa.
Hari Sabtu, Lisa, Ana, dan Dodi pergi ke desa Kelung dengan kereta. Mereka berbincang dengan seru. “Aku cari di internet, katanya hantu itu mengeluarkan suara ‘Whuuuu-Whuuuu’ yang keras!” kata Dodi. “Bukan! Hantu itu mengeluarkan suara tertawa ‘Kakakakakaka’!” sela Ana. “Suaranya ‘Whuuuu-Whuuuu’. Berita yang kau baca pasti salah!” ucap Dodi tidak setuju.
“Hei, aku pernah tinggal di desa Kelung! Jadi aku yang paling tahu!” kata Ana cemberut. “Tapi kan sekarang kamu sudah tidak tinggal di sana lagi!” bantah Dodi. “Aduuh.. jangan bertengkar! Aku tidak peduli sama suara hantunya, aku hanya ingin tahu seperti apa wujud hantunya!” seru Lisa.
Lisa, Ana, dan Dodi sampai di desa Kelung ketika hari sudah mulai gelap. “Itu dia mobil Nenek!” seru Ana. “Nenek keren sekali! Menyetir sendiri!” seru Dodi dan Lisa. “Tentu saja, menyetir itu mudah asalkan ada kemauan. Usia tua bukan masalah,” ujar Nenek Bin, nenek Ana yang ternyata ramah dan menyenangkan.
“Tapi, Nenek punya SIM kan?” tanya Lisa. “Iya dong!” seru Nenek Bin dan Ana. “Nah, itu dia di sebelah kanan kalian! Kuburan Giri yang sekarang sedang jadi bahan pembicaraan!” kata Nenek Bin. “Nenek sudah pernah lihat hantu kuburan Giri?” tanya Dodi. “Ah, hantu tidak hanya ada di kuburan. Di rumah juga ada!” seru Nenek Bin tertawa. “Huh, Nenek bisanya bercanda saja!” ucap Ana.
Setelah selesai membereskan barang bawaan di rumah Nenek Bin, tiga sekawan itu duduk bersama membicarakan rencana mereka melihat hantu di kuburan Giri. “Enaknya jam berapa ya kita ke sana?” tanya Lisa. “Hmmm.. di berita dikatakan kalau suara hantu itu terdengar sesudah matahari terbenam,” kata Dodi. “Bagaimana kalau jam tujuh malam?” usul Ana. “Setuju!” Lisa, Ana, dan Dodi sepakat.
Pukul tujuh malam, Lisa, Dodi, dan Ana berdiri dengan ragu di luar pagar kuburan Giri. Angin dingin berhembus perlahan menggerakkan daun pohon-pohon jati yang lebat. Suasana sangat menyeramkan! Tiga sekawan itu berdiri cukup lama tetapi tidak satu pun yang mau melangkah maju.
“Apa yang kita tunggu?” tanya Ana. “Ehem…suara tawa..eh.. hantunya,” jawab Dodi pucat. “Dodi…jangan–jangan kamu takut?” tanya Lisa senyum-senyum. “Enak saja! Justru yang takut itu kalian, anak-anak cewek!” seru Dodi. “Eh Lisa, yuk kita tinggalin Dodi sendirian di sini!” Ana menggandeng tangan Lisa lalu mereka berdua memasuki kuburan Giri.
“Hei! Jangan tinggalkan aku sendirian dong! Tidak setia kawan kalian!” seru Dodi berlari menyusul mereka. Ana dan Lisa terkekeh melihat tingkah Dodi. “WHUA-WHO…WHUA-WHO..WHUUU….Hrrrrrm!” Tiba-tiba, terdengar suara mengerikan dari atas Lisa, Dodi, dan Ana. “HANTUUU!” Mereka bertiga menjerit ketakutan dan lari keluar kuburan Giri.
“WHUA-WHO…WHUA-WHO..WHUUU….!” “Hantu itu mengejar kita!!” seru Dodi ketakutan. “Toloooong!” jerit Ana. Lisa memberanikan diri untuk mendongak ke atas dan melihat wujud si hantu. Kepak-kepak-kepak..“Eh? Suara sayap?” bisik Lisa. “Berhenti! Lihat ke atas!” Lisa berseru pada Ana dan Dodi. “KA-KA-KA-KA!” Kepak-kepak-kepak! “Bu…burung hantu?!” seru Dodi dan Ana.
Nenek Bin tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Ana, Dodi, dan Lisa. “Ya, begitulah, Nek! Jadi, ternyata tidak ada makhluk halus di kuburan Giri,” kata Ana cemberut. “Burung hantu yang kalian lihat di kuburan Giri itu namanya Hingkik! Atau disebut juga dengan Bubo Sumatranus! Suaranya memang menyeramkan bukan?” jelas nenek Bin.
“Huuuh.. payah. Ternyata hantu memang tidak ada!” kata Dodi lemas.
“Tapi, menurutku usaha kita tidak sia-sia,” Lisa mengucapkan pendapatnya. “Benar kata Lisa. Kalian semua berusaha membuktikan dahulu tentang kebenaran sebuah cerita. Nenek salut pada kalian!” kata Nenek Bin.
“Hehe.. terima kasih, Nek!” ucap Ana, Lisa, dan Dodi. “Nah, sebagai hadiah, kalian semua diundang menanam cabai di taman Nenek besok!” Nenek Bin tersenyum lebar. “Aduuuuuh!” keluh Ana, Lisa, dan Dodi. (Cerita: Seruni / Ilustrasi: JFK)