Libur telah tiba, Erda pun menginap di rumah Nenek Wiga di desa. Tak jauh dari desa tempat nenek tinggal, ada waduk bernama Guci yang dikelilingi hutan. Erda pernah mengunjunginya bersama Ayah dan Ibu ketika kelas 4 SD. Pemandangan di sana indah sekali. “Erda berangkat sendiri, ya? Hebat!” kata Nenek Wiga sambil memeluk Erda. “Iya, kan sebentar lagi aku mau masuk SMP,” ujar Erda tersenyum bangga.
Keesokan harinya, Erda mengunjungi Waduk Guci. “Ada apa dengan air Waduk Guci?” gumam Erda ketika melihat waduk itu. Air di Waduk Guci berkurang banyak daripada ketika ia berkunjung dahulu. “Kenapa air Waduk Guci berkurang, Nek?” tanya Erda. “Tidak ada yang tahu. Curah hujan cukup tinggi dan irigasi di sawah juga baik dan teratur,” jawab Nenek sambil menggelengkan kepala.
Hari ketiga Erda di rumah Nenek, hujan turun. Erda pergi ke Waduk Guci setelah hujan reda. “Apa yang menyebabkan air di Waduk Guci berkurang, ya?” renung Erda. Tiba-tiba, dia terpeleset dan jatuh ke dalam waduk. BYUR! Erda segera berenang ke tepian. Sesuatu menarik perhatian Erda. Seekor buaya besar menggigit kaleng minuman dan buaya itu menunggu Erda di tepian. Erda panik dan kakinya kram! “TOLOONG!” teriak Erda. Si buaya berenang menghampiri Erda. Erda menjerit ngeri, dan jatuh pingsan. Ketika sadar, Erda sudah berada di tepi waduk. Ia melihat si buaya di sampingnya. Erda sadar buaya itulah yang menolongnya. “Kau ingat kaleng minuman ini?” tanya si buaya sambil memandang kaleng minuman yang tadi digigitnya. Kaleng itu ternyata bekas minuman jus.
Erda ingat, kala dirinya duduk di kelas 4 SD, diam-diam ia berbuat jahil dan melempar kaleng jus kosong ke dalam Waduk Guci. “Ini kaleng jusku. Aku yang melemparnya!” seru Erda malu. “Aku sangat sedih. Dan kesedihanku membuat air Waduk Guci berkurang,” cerita si buaya sambil menangis. “Jadi, berkurangnya air di Waduk Guci karena salahku?” pikir Erda. “Maafkan aku, Buaya. Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi. Dan terima kasih karena telah menyelamatkan aku,” ucap Erda mengelus kepala si buaya. Si buaya tersenyum gembira.
Pada hari terakhir liburan di rumah Nenek, Erda membuat sesuatu. Ia menunjukkannya pada Nenek. “Nek, bagaimana dengan papan yang kubuat, bagus atau tidak?” tanya Erda pada Neneknya. Papan itu bertuliskan “Jangan membuang sampah ke Waduk Guci”. Nenek mengacungkan jempolnya. “Kita bisa memasangnya bersama dengan Pak Kepala Desa,” tandas Nenek. Bersamaan dengan dipasangnya papan buatan Erda, air di Waduk Guci kembali seperti semula. “Liburan berikutnya, aku akan ke sini untuk bersahabat dengan si buaya dan memantau kebersihan Waduk Guci,” janji Erda. (Teks: Seruni/ Ilustrasi: Fika)