“Tidak enak!” seru Putri Galina marah dan membanting piring makannya yang terbuat dari emas ke lantai. “Aku tak mau makan! Bawa semua makanan ini ke dapur!” teriaknya pada dayang-dayang. Dayang-dayang pun menemui Laura si juru masak istana dan mengeluh.
“Bagaimana ini, Nona Laura? Lagi-lagi Putri Galina tidak mau makan hidangan lezat yang sudah susah payah Anda buat,” keluh mereka. Laura menghela napas kecewa. “Ini resep paling istimewa yang pernah kubuat dan aku bangga dengan hasilnya. Tapi, apa gunanya jika Putri Galina tidak mau makan?” ungkap Laura sedih.
Laura si juru masak muda belum lama bekerja di istana. Menteri sang putri menemui Laura yang baru saja memenangkan lomba memasak dan memintanya bekerja di istana. Laura yang merasa bahagia langsung setuju. Tapi, ternyata banyak juru masak hebat yang tidak tahan bekerja di istana karena sang putri susah makan. “Aku tidak boleh menyerah. Lagipula, kalau Putri Galina tidak makan, dia bisa sakit,” gumamnya cemas.
Laura pergi menemui guru masaknya. Guru masak Laura mendengarkan ceritanya dengan sabar, lalu menyicipi masakannya. “Tidak ada yang salah dengan masakanmu. Pasti ada hal lain yang membuat Putri Galina tidak mau makan,” jelasnya. “Apa itu, Guru?” tanya Laura. “Kau harus menemukannya sendiri. Ini juga tugasmu sebagai seorang juru masak istana,” jawab sang guru.
Laura pun kembali ke kerajaan sambil memikirkan kata-kata gurunya. “Nona Laura!” suara panik yang memanggil namanya membuyarkan lamunan Laura. “Pak Menteri, ada apa?” tanya Laura. “Putri Galina marah besar dan bilang dia tak mau makan lagi selamanya. Sang Putri melihat keluarga petani sederhana yang makan bersama, dan tiba-tiba saja dia jadi marah. Bagaimana ini? Padahal sebentar lagi ulang tahunnya,” keluh Pak Menteri.
Mendengar kata ‘makan bersama’, tiba-tiba Laura tersadar. “Pak Menteri, apakah Putri Galina selama ini selalu makan sendirian?” tanya Laura. “Ya, Tuan Putri selalu makan sendirian karena keluarganya sudah tiada. Juga karena peraturan istana mengharuskan seorang putri yang derajatnya tinggi makan sendirian,” jawab Menteri. “Pak Menteri, sepertinya aku tahu cara membuat Putri Galina mau makan,” tandas Laura gembira.
Di hari ulang tahunnya, Putri Galina tak diantar ke ruang makan seperti biasanya. Akan tetapi, ia dipersilakan ke taman istana yang luas dan indah. Laura, seluruh penghuni istana, dan rakyat kerajaan berkumpul di sana. “Selamat ulang tahun, Putri Galina! Kami semua akan menemanimu makan!” seru mereka.
Putri Galina menangis bahagia. Ia pun makan dengan lahap. “Semua hidangan ini lezat sekali!” seru Sang Putri. Laura tersenyum puas. Makanan yang dimasaknya hari itu sama persis dengan makanan yang disajikan untuk Putri Galina sebelumnya.
Semua hidangan menjadi lezat karena Putri Galina bahagia. Ternyata, Sang Putri tidak mau makan sendirian. “Mulai sekarang, aku akan makan bersama kalian semua, seperti sebuah keluarga besar,” titah Putri Galina. “Baik, Putri Galina!” Laura dan semuanya berseru gembira. (Teks: Seruni/ Ilustrasi: Fika)