Sudah beberapa bulan terakhir cuaca sangat panas, padahal harusnya sudah masuk musim penghujan. Namun, beberapa hari lalu, Ibu menonton berita di televisi yang mengingatkan bahwa musim hujan akan segera datang. Ibu pun mengingatkan Mitha untuk membawa payung sebelum berangkat sekolah. Tapi, Mitha menolak membawanya.
Setelah berpamitan pada Ibu, Mitha berjalan menuju depan kompleks perumahannya. Mitha menaiki angkutan umum yang akan membawanya ke sekolah. Sesampainya di sekolah, Mitha segera bergabung dengan teman-temannya di lapangan untuk mengikuti upacara bendera.
Di tengah berlangsungnya upacara, matahari yang tadinya bersinar cerah perlahan ditutupi awan hitam. Upacara pun dipercepat agar anak-anak tidak kehujanan. Namun, belum sempat kepala sekolah menutup upacara, butiran air mulai jatuh membasahi lapangan. Para siswa berhamburan mencari tempat berteduh, kecuali Mitha.
“Mitha, jangan hujan-hujanan. Ayo, sini berteduh!” seru Ibu guru dari pinggir koridor kelas. Mitha yang menyukai aroma air hujan menyentuh tanah, lupa kalau harus berteduh. Iren pun menarik tangan Mitha. “Mitha, ayo, kita berteduh!” ajak Iren.
Akhirnya, Mitha pergi ke pinggir kelas untuk berteduh. “Maaf ya, aku suka sekali aroma hujan. Sudah lama aku tak menciumnya, jadi lupa berteduh, deh,” tutur Mitha. “Iya, sih, aku juga suka sekali. Aromanya segar,” ujar Iren setuju. “Tapi, hari ini aku lupa bawa payung, padahal biasanya sudah kusiapkan di dalam tas. Karena hari ini aku ganti tas, payungnya tak terbawa, deh,” cerita Iren.
Perkataan Iren mengingatkan Mitha pada pesan Ibunya sebelum berangkat. “Aduh, kalau tahu begini, aku harusnya menurut kata Ibu,” batin Mitha menyesal. “Ya sudahlah, semoga hujannya cuma sebentar,” ucap Mitha menghibur Iren dan dirinya. Kemudian mereka masuk kelas untuk memulai pelajaran.
Ketika mulai siang, tak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Mitha semakin menyesal tak mendengar pesan Ibu. “Mit, bagaimana, nih, hujannya awet sekali. Nanti kalau kita nggak bisa pulang, bagaimana?” ucap Iren khawatir.
Namun, dari kejauhan, terlihat seorang Ibu membawa payung besar bergaris warna-warni. Ternyata, Ibu Mitha datang menjemput karena khawatir Mitha tak bisa pulang. “Mitha, ayo, kita pulang,” ajak Ibu. Sebelum beranjak pergi, Mitha meminta ijin agar temannya, Iren, bisa ikut bersama mereka. “Bu, Iren boleh ikut, ya, dia lupa bawa payung juga,” pinta Mitha. “Ooh, ya sudah. Ayo, kita segera pulang, takut hujan lebih deras lagi,” kata Ibu sambil memegangi payungnya. “Terima kasih, ya, Tante,” kata Iren sambil mencium tangan Ibu Mitha. “Sama-sama, Iren. Besok jangan lupa bawa payung, ya,” pesan Ibu Mitha.
Sesampainya di rumah, Mitha menyatakan penyesalannya. “Maaf, ya, Bu. Ibu jadi harus jemput Mitha ke sekolah. Besok Mitha akan menurut pada pesan Ibu, deh,” sesal Mitha. “Nggak apa, Mit. Ibu cuma khawatir kalau kamu sakit. Besok payungnya disimpan di tas saja, ya, jadi kalau tiba-tiba hujan, bisa digunakan,” kata Ibu sambil memasukkan payung ke dalam tas Mitha. Mitha mengangguk pelan dan bergegas mengganti pakaiannya yang agak basah.
Cerita: JFK Ilustrasi: JFK