Pada suatu ketika, ada seekor rubah yang memasuki pedalaman hutan. Di hutan itu banyak sekali perangkap yang dipasang pemburu. Dan benar saja, rubah tersebut masuk ke dalam perangkap pemburu.

Tanpa disadari, sebuah perangkap yang terbuat dari penjepit besi, hampir saja menebas lehernya. Untung saja dia cepat bereaksi, namun ekornya terhimpit gerigi besi perangkap itu.

Dengan susah payah, rubah berusaha melepaskan diri dari perangkap. Apabila terlambat, nyawanya pasti melayang ditangkap atau ditembak pemburu liar di hutan itu. Dengan meronta-ronta kesakitan, akhirnya rubah dapat melepaskan diri dari perangkap tersebut. Namun sayangnya, ia harus mengorbankan ekornya yang terpotong.

Setelah terlepas dari perangkap, rubah segera berlari kencang menuju tempat yang aman. Dengan rasa kesakitan, rubah tersebut bersembunyi di pinggiran hutan untuk menyembuhkan luka pada ekornya. Selang beberapa lama ia berdiam di situ, lukanya pun sembuh.

Tapi, muncul masalah lain. Sang rubah kelaparan karena berhari-hari tidak makan. Rubah tersebut memutuskan untuk memberanikan diri memasuki hutan yang penuh dengan perangkap itu. Ya, dia harus masuk hutan lagi dan mencari makanan.

Saat rubah hendak memasuki hutan, ia melihat sekawanan rubah lain sedang bergerombol. Ia pun mengurungkan niatnya. Rubah teringat, kalau dia sekarang tidak memiliki ekor. Dalam hatinya berkata, ”Aku pasti terlihat sangat jelek apabila bergabung bersama mereka. Aku pasti ditertawakan karena ekorku telah terpotong. Apakah aku masih disebut sebagai seekor rubah? Bisa saja mereka tidak mengenaliku atau bahkan mereka akan menyerangku karena terlihat asing dan aneh.”

Rubah pun berpikir keras untuk mendapatkan sebuah rencana. Ia harus dapat diterima kembali dalam kawanan rubah itu. Tak memerlukan waktu lama, rubah mempunyai suatu rencana, dan bermaksud akan menghampiri kawanan rubah itu pada malam hari agar bentuk tubuhnya tidak terlihat jelas.

Malam pun tiba. Rubah itu segera menghampiri kawanan rubah. “Selamat malam, Kawan-Kawanku, apakah kalian memiliki sedikit makanan untukku? Aku berjalan cukup jauh menuju tempat ini, namun tidak satu pun makanan kudapati,” sapanya berterus terang. Mendengar suara rubah tanpa ekor itu, pemimpin kawanan rubah menghampirinya. “Bukankah aku mengenal engkau? Engkau adalah rubah dari hutan ini juga seperti halnya kita semua di sini. Mengapa engkau berkata tidak memiliki makanan sedangkan di sini banyak makanan yang tersisa dari hasil pemburu liar. Ambillah beberapa potong daging kelinci yang tersedia untuk memanaskan tubuhmu yang kelaparan itu,” kata sang pemimpin.

Rubah tanpa ekor itu pun segera mengambil beberapa potong daging kelinci yang tersisa untuk dimakan. Karena begitu lapar, dia lupa bahwa bentuk tubuhnya dapat terlihat dengan jelas di bawah sinar bulan pada malam hari itu. “Tunggu dulu!” kata si pemimpin. “Kenapa engkau tidak memiliki ekor seperti kami? Jangan-jangan engkau bukanlah kawanan kami seperti yang tadi aku katakan,” kata si pemimpin lagi.

Rubah tanpa ekor pun menyadari bahwa bentuk tubuhnya telah terlihat. Namun, dengan rencana liciknya, dia langsung menjawab, “Ya, aku memang berasal dari kawanan ini. Namun beberapa hari yang lalu aku meninggalkan hutan ini. Menuruni lembah dan menemui kawanan rubah baru. Waktu menemui mereka, aku disambut dengan sangat ramah. Mereka terlihat gagah dan cantik walau tanpa menggunakan ekor. Oleh sebab itu, aku memutuskan untuk memotong ekorku, agar dapat terlihat gagah seperti mereka. Apabila kalian ingin terlihat gagah dan cantik seperti aku, kalian juga dapat membuang ekor kalian”.

Mendengar ucapan rubah tanpa ekor itu, kawanan rubah menertawainya. “Bagaimana mungkin engkau dapat dikatakan rubah, kalau tidak memiliki ekor? Justru rubah yang menggunakan ekor adalah rubah yang terlihat gagah dan cantik,” kata seekor rubah dari kawanan itu. “Hentikan omong kosongmu rubah tak berekor!” bentak sang pemimpin kawanan rubah. “Aku akan mengijinkan engkau menghabisi sisa makananmu, namun dengan satu syarat. Setelah itu engkau harus pergi dari hutan ini dan bergabung dengan rubah khayalanmu itu!” ucap sang pemimpin. Mendengar perkataan itu, rubah tak berekor menjadi malu dan berlalu dari kawanan rubah sambil membawa sepotong daging kelinci yang tersisa.

Kawanan rubah yang lain, melanjutkan tidurnya. Mereka bersyukur telah terhindar dari bujuk rayu rubah tak berekor yang licik itu. Dan si rubah yang tak mempunyai ekor pun pergi sendiri dan tak punya teman.

 

Cerita: JFK    Ilustrasi: JFK

You may also like
Latest Posts from Majalahjustforkids.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *