“Sahid, jaga adik baik-baik ya selama Ayah dan Ibu pergi Umroh,” pesan ibu kepada Sahid. “Iya, Bu, jangan lupa bawa oleh-oleh yang banyak ya, hehe,” canda Sahid. “Shafwan, kamu juga jangan nakal ya! Jangan ngerepotin Nenek,” sambung ayah. “Siap, Yah!” jawab Shafwan.

Ayah dan ibu pergi Umroh selama seminggu. Untuk sementara, Sahid dan Shafwan tinggal di rumah nenek. Menginap di rumah nenek sudah pasti mereka tidak boleh bermalas-malasan. Apa pun yang bisa dikerjakan sendiri, harus dikerjakan sendiri, tidak boleh meminta bantuan pembantu.

Ini pertama kalinya Sahid dan Shafwan berpuasa di rumah nenek. “Sahid, bangunkan adikmu untuk sahur!” seru nenek. “Tapi, Nek, Ibu bilang, Shafwan kalau belum mau puasa juga nggak apa-apa,” kata Sahid. “Sahid, adik kamu usianya sudah enam tahun, sudah harus belajar berpuasa, masa kalah sama anak-anak disini,” ujar nenek.

Sahid berusaha membangunkan Shafwan. Sedikit demi sedikit, Shafwan mulai membuka mata. Dengan susah payah, akhirnya Shafwan bangun juga. Mereka lalu mencuci muka dan bergegas ke ruang makan.

“Nah, Shafwan, mulai sekarang kamu harus belajar puasa ya, nanti kalau puasa kamu full, Nenek akan kasih hadiah!” kata nenek sambil menyendokkan nasi. Mendengar kata hadiah, mata Shafwan seketika berbinar-binar. “Iya, Nek, Shafwan akan puasa full, hehe,” kata Shafwan.

Siang hari yang terik dan panas ditambah rumah nenek yang lingkungannya sepi, membuat puasa hari ini terasa berat. Nenek sedang asyik merajut pakaian, sementara Sahid dan Shafwan mulai bosan di rumah nenek. Tidak ada acara televisi yang bagus, tidak ada game portable, tidak ada DVD film kartun, dan tidak ada mainan.

“Kak, aku bosan nih, lapar lagi, aku mau batalin puasa ya!” keluh Shafwan. “Bilang sana sama Nenek,” ucap Sahid. Shafwan lalu menghampiri nenek yang sedang merajut. “Nek, aku lapar, boleh nggak aku puasa setengah hari saja?” rengek Shafwan. “Sama, Nenek juga lapar, makanya Nenek merajut biar tidak terasa laparnya. Coba Shafwan lakukan hal yang berguna, jangan berdiam diri saja di kamar,” ujar nenek tegas.

Shafwan pergi meninggalkan nenek dengan muka cemberut sambil terus memegangi perutnya yang sudah mulai keroncongan. “Hahaha, pasti Nenek nggak ngebolehin kan?” terka Sahid melihat wajah adiknya cemberut. “Mending kita bantuin Nenek merajut saja yuk, Nenek pasti senang kalau kita bantu. Daripada kita diam saja, malah tambah lapar!” ajak Sahid.

Mereka berdua pun menghampiri nenek. “Nek, kita boleh membantu merajut?” tanya Sahid. “Tentu saja boleh, sini Nenek ajarkan caranya,” jawab nenek.

Puasa hari ini diisi dengan kegiatan merajut, membantu nenek membersihkan rumah, mempersiapkan menu berbuka, dan mengaji bersama. Sahid dan Shafwan menjalani semuanya dengan senang. Rasa lapar pun lama-lama hilang dengan sendirinya.

Ternyata, nenek tidak segalak dan secerewet yang mereka pikirkan. Nenek malah dengan sabar membimbing dan mengurus keperluan mereka berdua. Tanpa terasa, sudah memasuki waktu berbuka puasa. Adzan Maghrib mulai terdengar.

Menu berbuka yang mereka masak tadi sore, sudah terhidang rapi di meja makan. Seusai sholat Maghrib, mereka pun menyantapnya. Setelah itu, mereka bersama-sama pergi ke Masjid untuk sholat Tarawih.

“Ini buat kalian,” kata nenek sambil memberikan sebatang cokelat di tengah perjalanan sepulang Tarawih. “Terima kasih, Nek! Tumben sekali Nenek kasih cokelat ke kita?” ucap Sahid. “Iya, ini hadiah dari Nenek karena kalian sudah membantu Nenek, dan hadiah buat Shafwan juga yang berhasil puasa sampai Maghrib,” balas nenek tersenyum. “Tapi, jangan lupa sikat gigi sehabis makan cokelat, ya!” ujar nenek. “Siap, Nek!” seru Sahid dan Shafwan berbarengan.

 

 

Cerita: JFK      Ilustrasi: JFK

You may also like
Latest Posts from Majalahjustforkids.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *