Di sebuah hutan, hiduplah seekor buaya dan burung kutilang. Buaya dan burung kutilang tersebut, bersahabat akrab. Mereka senang bermain bersama. Mereka juga selalu kompak dan rukun. Meski buaya adalah hewan yang berbahaya, namun buaya adalah teman baik burung kutilang.
Hari ini mereka terlihat asyik bercakap-cakap. Burung kutilang bertengger di hidung buaya. Namun, beberapa saat kemudian, buaya merasa mengantuk. Ia menguap dan membuka mulutnya lebar-lebar. Tentu saja burung kutilang yang bertengger di hidung buaya, terpeleset dan masuk ke dalam mulut buaya.
Sayangnya, buaya tidak tahu. Peristiwa itu terjadi dengan sangat cepat. Buaya pun bingung mencari burung kutilang yang kini tidak ada lagi bertengger di hidungnya.
“Aneh! Kemana sih burung kutilang? Kok tiba-tiba menghilang?” gumam buaya bingung. Buaya pun kemudian memanggil-manggil sang burung kutilang. Akan tetapi tidak ada jawaban. “Burung kutilang pasti sedang mengajakku bercanda,” ucap buaya seraya melihat ke belakang, ke bagian ekornya.
Namun, burung kutilang itu tetap tidak ditemukan. Buaya lalu mencari burung kutilang di semak-semak di tepi sungai. Namun, burung kutilang pun tetap tidak ada. “Kemana ya perginya si burung kutilang?” gumam buaya kembali.
Karena mengantuk, buaya akhirnya memejamkan mata untuk tidur. Akan tetapi, tiba-tiba terdengar senandung merdu yang keluar dari dalam dirinya.
“Oh!” serunya heran. Matanya terbuka lebar. Rasa kantuk tiba-tiba hilang. Berubah menjadi rasa penasaran. “Selama aku hidup, baru kali ini aku dapat bernyanyi. Wow, aku akan mengajak burung kutilang sahabatku untuk bernyanyi bersama. Pasti akan sangat menyenangkan!” ucap si buaya.
Buaya kemudian asyik mendengarkan senandung yang keluar dari dalam dirinya. Setelah beberapa lama merasa lelah, buaya lalu membuka mulutnya, dan menguap lebar-lebar. Ketika buaya akan menutup matanya, ia melihat satu makhluk bertengger di hidungnya. Makhluk itu kelihatan sangat marah. Dialah si burung kutilang. “Kau jahat!” omel burung itu. “Mengapa kau tidak memberitahu kalau kau ingin membuka mulut? Aku terjatuh ke dalam mulutmu, tahu? Menyebalkan!” seru si burung kutilang.
Buaya mengernyitkan dahi pertanda bingung. “Jadi, senandung yang terdengar dari dalam diriku tadi itu, suara senandungmu? Bukan senandungku?” tanya buaya.
“Ya!” jawab burung kutilang kesal. Ekornya digoyang-goyangkan. “Kau kan tahu, kau tidak bisa bernyanyi sama sekali! Suaramu sangat sumbang! Tidak enak didengar!” kata burung kutilang lagi. Buaya sangat sedih mendengar perkataan sahabatnya itu. Airmatanya menetes. “Aku pikir, senandung itu suaraku,” kata buaya pilu. “Kau tahu, aku ingin sekali bisa bernyanyi. Tadi kupikir aku sudah bisa menyanyi. Ternyata? Oh, betapa malangnya aku yang bersuara buruk!” kata si buaya.
Burung kutilang merasa iba. Ia segera mencari cara untuk menghibur sahabatnya itu. Burung kutilang tidak mau melihat sahabatnya si buaya sedih, makanya, burung kutilang ingin sekali membuat sahabatnya itu bahagia.
Tiba-tiba, burung kutilang mendapat ide. “Teman, bagaimana kalau kau membuat gelembung-gelembung air dan aku yang bersenandung? Kita lakukan bersamaan. Suara yang terdengar pasti sangat enak didengar,” ajak burung kutilang.
Buaya setuju. Ia lalu memasukkan moncongnya ke dalam air dan membuat gelembung-gelembung. Burung kutilang bernyanyi. Suara nyanyiannya sangat pas dengan suara gelembung-gelembung air yang dibuat buaya. Buaya senang sekali. Sejak itu mereka berdua selalu melakukan hal itu setiap hari.
Agar burung kutilang tidak masuk lagi ke dalam mulutnya, buaya selalu memberitahu dahulu sebelum membuka mulutnya. Wow, rukun ya mereka!
Cerita: JFK Ilustrasi: JFK