Berdasarkan cerita turun-temurun di Kaemba, Maros, Makassar, Sulawesi Selatan, permainan ini awalnya ada di sebuah kampung yang dahulu disebut Ujung Bulo, sebuah kampung Pa’raga di wilayah Maros.
Sejalan dengan perkembangan, maka pada tahun 1940-an, pola permainan yang merupakan perpaduan seni bela diri dan olahraga sepak bola ini berubah dengan menggunakan jaring dan peraturan angka. Olahraga ini kemudian berkembang di kawasan Asia, tercatat sampai di Filipina yang dikenal dengan nama Sipa, di Burma-Chinlone, di Laos-Kator, dan di Thailand-Takraw.
Pesta Rakyat
Di Makassar, dalam berbagai seremonial atau pesta rakyat, permainan Pa’raga masih digelar sebagai pendukung acara. Para pemain Pa’raga biasanya adalah para pemuda yang terampil dan terlatih baik.
Mereka mengenakan pakaian adat yang terdiri dari passapu (penutup kepala khas Makassar berbentuk segi tiga), baju tutup (jas tradisional), dan lipa sabbe (sarung khas Makassar yang terbuat dari kain sutera). Para pemuda ini juga beratraksi.
Formasi Tiga
Kini, gerakan Pa’raga mampu dilakukan dengan formasi tingkat tiga. Dimana gerakan membentuk tingkatan manusia, sambil terus memainkan bola raga (bola dari rotan) hingga pemain yang berada paling atas, telah berdiri di posisinya.
Gerakan inilah yang sekarang membuat para penonton cemas bercampur kagum menyaksikan kepiawaian para Pa’raga memadukan seni, kemampuan fisik, dan nuansa religius.
Yang Khas dari Sulawesi Selatan:
Bahasa Daerah : Makassar, Bugis, Toraja
Alat Musik : Basa basi, Anak becing, Alosu, Kecapi
Tari Daerah : Tari kipas, Tari Bosara
Lagu Daerah : Angin mamiri, Ma rencong, Pakarena
Makanan Khas : Es pisang hijau, Coto Makassar, Konro
Senjata Tradisional : Badik, Kawal, Tappi
Rumah Adat : Rumah tongkonan
Pahlawan Nasional : Sultan Hasanudin
Ibukota : Makassar
Teks: JFK Foto: Istimewa