Ani menelepon Egi dan bercerita padanya tentang restoran Ayam Terbang dan kecelakaan yang terjadi. “Ayo, kita bertemu hari Minggu! Kita ajak Budi juga! Kita harus melakukan sesuatu,” kata Egi di telepon.

Hari Minggu, Ani, Egi, dan Budi bertemu di sebuah pusat perbelanjaan. Ani bercerita tentang kecelakaan di restoran Ayam Terbang. “Bagaimana kalau kita coba makan di restoran Ayam Terbang? Kita tanyakan langsung pada penjualnya, siapa yang celaka? Kalau yang celaka adalah pekerja restoran, kita kabur!” kata Budi. “Aku setuju!” kata Ani mengangkat tangannya. “Aku juga!” seru Egi.

Sore harinya, Ani, Egi, dan Budi pergi ke restoran Ayam Terbang. “Selamat sore, Adik-adik! Mau pesan apa?” tanya seorang pelayan yang ramah sambil menyerahkan daftar makanan. “Emmm.. yang paling enak masakan apa ya, Kak?” tanya Ani. “Ayam bakarnya banyak yang pesan!” kata kak pelayan. “Kita pesan itu saja!” seru Egi dan Budi. “Pesan ayam bakarnya tiga ya, Kak!” kata Ani pada kakak pelayan. Budi berbisik pada Egi dan Ani setelah si kakak pelayan pergi. “Tidak apa-apa kita makan ayamnya? Siapa tahu diberi sihir jahat!” bisik Budi. “Tidak mungkin! Masakannya tidak akan diberi sihir!” kata Egi. “Ah, kau hanya berkata seperti itu karena lapar saja kan?” gerutu Budi. “Hei, jangan lupa, Kakakku juga pernah makan ayam di restoran ini!” bisik Ani. “Kalau tidak tahu, tidak apa-apa, Ani! Yang bahaya, kalau kita sudah tahu atau menduga bahwa ada sihir di makanan, tapi kita makan juga!” kata Budi. “Ah, sudahlah. Lebih baik aku tanya dulu siapa yang mengalami kecelakaan. Kalau pekerja restoran ini, kita bungkus saja ayamnya, minta dibawa pulang!” kata Ani. “Ah, Ani pintar sekali! Jadi, kita tidak perlu makan!” angguk Budi dan Egi.

Tidak  lama kemudian, pesanan tiga sahabat itu datang. “Selamat makan!” kata kak pelayan. “Tu..tunggu dulu, Kak!” seru Ani. “Mau tanya, apakah benar ada kecelakaan di depan restoran ini?” tanya Ani. “Iya, benar! Yang celaka itu Papaku, pemilik restoran ini…,” kata kak pelayan sedih. “Eeh.. Papa?! Jadi,  Kakak juga pemilik restoran ini, dong!” seru Ani, Egi, dan Budi. “Bisa dibilang begitu, sih! Namaku Ola, boleh mengobrol dengan kalian?” kata Kak Ola. “Tentu saja boleh, Kak!” seru Ani, Budi, dan Egi.

Kak Ola lalu bercerita tentang kecelakaan yang menimpa Papanya. Kecelakaan itu terjadi pada malam hari. Waktu itu, Papa Kak Ola menyadari bahwa gula untuk membuat teh manis yang sering dipesan oleh pengunjung, sudah habis. Papa Kak Ola segera membeli gula di toko terdekat dengan mengendarai sepeda.  Tapi malang sekali, rupanya ada seekor anjing yang lepas dari pemiliknya mengejar Papa Kak Ola. Papa Kak Ola yang takut dengan anjing, menjadi panik.“Ketika sampai di depan restoran Ayam Terbang ini, si anjing tiba-tiba menggigit celana Papa. Papa yang terkejut, lalu jatuh dari sepeda!” jelas Kak Ola. “Aduh! Kasihan sekali Papa Kak Ola!” seru Ani, Egi, dan Budi. “Tapi syukurlah, dokter bilang, Papa tidak apa-apa, hanya keseleo,” lanjut Kak Ola. “Semoga Papa Kak Ola cepat sembuh, ya!” kata tiga sahabat itu. “Terima kasih, ya! Ayo, dimakan ayamnya, nanti dingin,” seru Kak Ola. Ani, Egi, dan Budi melahap ayam bakar. “Enak sekali!” seru mereka bertiga. “Syukurlah! Itu resep asli Papaku, lho,” kata Kak Ola senang.

Sepulangnya dari restoran Ayam Terbang, Budi dan Egi bermain ke rumah Ani. Mereka tertawa karena sudah takut akan sesuatu yang tidak benar. “Mana ada pemilik restoran yang pergi ke dukun, lalu menjadikan dirinya sendiri korban kecelakaan!” seru Ani. “Dan ternyata, rasa ayam bakarnya sangat enak! Tidak heran ramai terus!” kata Budi. “Setuju! Ayam bakar restoran Ayam Terbang adalah ayam paling enak yang pernah aku makan!” tambah Egi. “Huuh.. berarti selera Kakakku memang berbeda!” keluh Ani. (Selesai)

(Cerita: Seruni/ Ilustrasi: Just For Kids)

You may also like
Latest Posts from Majalahjustforkids.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *