“Eli, lihat! Kita sudah sampai di Desa Sapta! Indah sekali pemandangannya!” seru Lula pada sahabatnya Eli, yang tertidur di dalam kereta.Eli dan Lula pergi ke Desa Sapta untuk mengerjakan tugas mereka dari Kak Unda, pengajar sanggar seni lukis. Kak Unda meminta murid-muridnya melukis pemandangan indah di desa. “Untung ada Bibi Mita di Desa Sapta, ya! Jadi, kita bisa menginap di rumahnya!” kata Eli. Bibi Mita adalah adik dari Mama Eli.
Eli dan Lula menyusuri jalan desa yang akan membawa mereka ke tempat tinggal Bibi Mita. “Wah, banyak sekali pohon-pohon dan tanaman yang tidak bisa kita temukan di kota, ya?” ujar Eli kagum. “Iya, karena itu aku sangat senang pergi ke desa! Terima kasih, ya Eli sudah mengajakku!” kata Lula menggandeng tangan Eli senang.“Kau kan sahabatku!” kata Eli bangga. Mereka sampai di sebuah lapangan terbuka. “Hei, pohon apa itu?” tanya Eli menunjuk ke depan. Di hadapan kedua sahabat itu terdapat pohon besar yang rimbun. “Kalau tidak salah, itu pohon asam jawa. Aku pernah melihatnya di buku dan internet,” jelas Lula.
Lula perlahan berjalan menghampiri pohon asam jawa itu. “Tunggu Lula! Pohon ini …setelah melihatnya lebih dekat aku merasa takut!” cegah Eli. Lula hendak mengatakan sesuatu, menenangkan sahabatnya, tetapi melihat wajah Eli yang pucat, Lula mengurungkan niatnya. “Maaf, ya Eli, aku terlalu semangat! Ayo, kita berjalan lagi, nanti Bibi Mita khawatir!” kata Lula. Eli dan Lula kemudian meninggalkan pohon asam jawa itu.
Akhirnya, setelah berjalan sebentar, Eli dan Lula sampai di tempat tujuan. “Itu dia rumah Bibi Mita!” ujar Eli menunjuk sebuah rumah mungil yang indah. “Halo Eli, dan ini pasti Lula, ya?” ujar Bibi Mita menyapa keponakannya, Eli dan melihat Lula sambil tersenyum hangat. “Iya, Bibi, maaf ya, aku merepotkan Bibi, menginap di sini,” kata Lula memperkenalkan dirinya. “Ah, sama sekali tidak! Bibi malah senang ditemani! Ayo masuk dulu! Kalian pasti lelah,” ajak Bibi Mita.
Setelah menaruh barang bawaan mereka di kamar yang disediakan, Lula dan Eli duduk di lantai ruang tamu rumah Bibi Mita. “Enak sekali ya… di kota rasanya selalu saja panas! Tapi di sini sejuk sekali!” kata Eli. “Pasti karena masih banyak tumbuhan hijau dan dekat dengan gunung,” tambah Lula. Bibi Mita tersenyum, dan bertanya, “Kalian akan menggambar apa untuk tugas sanggar?” “Kami ingin menggambar daerah paling indah di Desa Sapta!” seru Eli bersemangat. Lula mengangguk setuju. “Di mana pegunungan Sapta bisa terlihat dari jauh?” tanya Lula kemudian. “Kalau begitu, Bibi akan mengantar kalian ke Jalan Asam!” kata Bibi Mita. Eli dan Lula tertawa. “Kok, namanya Jalan Asam, Bibi? Lucu sekali!” kata Eli. “Tapi, pemandangannya akan membuat kalian kagum. Ayo, kita ke sana!” ajak Bibi Mita.
Ketika sampai di Jalan Asam, Bibi Mita merentangkan tangannya dengan bangga. “Bagaimana? jalan ini dinamakan Jalan Asam karena dulu banyak tumbuhan asam jawa yang tumbuh di sini! Sekarang hanya tinggal satu, yang itu!” ucap Bibi Mita menunjuk pohon asam, yang dilihat Eli dan Lula ketika baru datang. Eli sesaat ragu, lalu berkata, “Pemandangannya sangat indah, Bibi, terima kasih. Tapi…pohon asam itu membuatku takut!” “Tidak ada yang perlu ditakuti, Eli. Walaupun menurut kepercayaan orang di desa ini, pohon asam jawa yang kalian lihat itu memang punya penunggu. Makhluk halus katanya,” kata Bibi Mita. “Hiiii!” ujar Eli ketakutan. “Tenang, Eli! Kita mengerjakan gambar di siang hari. Lagipula makhluk halus, kalau memang benar ada, pasti keluar malam hari!” hibur Lula.Eli menghela nafas, “Hmmm…baiklah.”
SREK! Tiba-tiba, terdengar suara dan Eli menjerit ketakutan. “Tolooong!” teriak Eli. Bibi Mita tertawa. “Wah, Omi, ternyata kamu sedang bermain sendirian di sini ya?” kata Bibi Mita. Seorang anak perempuan kecil menghampiri mereka dan berkata, “Maaf, membuat kaget…aku ingin berteman dengan kakak-kakak. Namaku Omi.” “Omi adalah anak tetangga Bibi. Dia anak yang ramah dan periang. Sekarang ini Ayah dan Ibunya sedang pergi ke kota, jadi Omi tinggal bersama Neneknya,” terang Bibi Mita.“Tentu saja kami mau berteman denganmu, Omi. Namaku Eli dan ini sahabatku, Lula,” kata Eli sambil memperkenalkan dirinya dan Lula. ( Bersambung…)
(Cerita: Seruni/ Ilustrasi: Just For Kids)