Jakarta, majalahjustforkids.com – Waspadai jika kamu menemukan benjolan di leher, ketiak, atau selangkangan. Apalagi jika disertai gejala-gejala lainnya seperti demam dan berat badan semakin turun. Segera periksakan ke dokter karena dikhawatirkan itu sebagai salah satu gejala penyakit Limfoma Hodgkin, salah satu jenis kanker kelenjar getah bening.

Dr. dr. Andhika Rachman, Sp.PD KHOM, FINASIM – Konsultan Hematologi dan Onkologi Medik

“Ciri khas Limfoma Hodgkin adalah, benjolannya bertambah besar dalam waktu singkat, banyak di daerah kelenjar getah bening seperti leher, ketiak, daerah pembuluh darah besar, lipatan paha atau selangkangan. Diikuti dengan demam biasanya setiap jam 4 sore sampai dini hari serta berat badan makin turun,” terang Dr. dr. Andhika Rachman, Sp.PD KHOM, FINASIM – Konsultan Hematologi dan Onkologi Medik saat diskusi media bertajuk “Limfoma Hodgkin: Menutup Kesenjangan Akses Pengobatan Inovatif Untuk Limfoma Hodgkin” pada Kamis, 23 Februari 2023.

“Pada umumnya gejala yang muncul berupa pembesaran kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau pangkal paha, yang dapat disertai B symptoms (demam lebih dari 38 derajat celcius, berkeringat pada malam hari, penurunan bobot badan lebih dari 10% bobot badan selama 6 bulan), dan gejala lain seperti gatal-gatal, kelelahan yang luar biasa, dan mengalami intoleransi terhadap alkohol,” tambah dr. Andhika.

Perlu diketahui bahwa mengalami satu atau lebih gejala Limfoma Hodgkin tidak selalu berarti menderita penyakit ini. Meski begitu, pemeriksaan ke dokter tetap perlu dilakukan sebagai deteksi dini organ lain di sekitarnya, seperti limpa.

Diskusi media yang digelar oleh PT Takeda Indonesia bersama dengan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) tersebut diselenggarakan dalam rangka memeringati Hari Kanker Sedunia 2023. Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mengenai Limfoma Hodgkin, dimana tema tersebut sesuai dengan tema besar Hari Kanker Dunia “Closing the Gap in Cancer Care”.

Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP

Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP mengatakan, “Dalam rangka Hari Kanker Dunia 2023 ini, Yayasan Kanker Indonesia menyampaikan pentingnya pemangku kepentingan dan masyarakat bergandeng tangan dalam meningkatkan pengetahuan tentang kanker, mengatasi kesenjangan perawatan kanker, dan mendorong pencegahan kanker, termasuk pada kesempatan ini kanker Limfoma Hodgkin.”

“Melihat pentingnya kesadaran masyarakat akan beragam jenis kanker yang dapat mengintai siapapun, Yayasan Kanker Indonesia mengapresiasi kolaborasi dengan PT Takeda Indonesia sehingga kita dapat lebih mengetahui tentang kanker Limfoma Hodgkin, faktor risiko, pencegahan, dan modalitas perawatannya,” ujar Prof. Aru.

Andreas Gutknecht, General Manager PT. Takeda Indonesia

Mr. Andreas Gutknecht, General Manager PT. Takeda Indonesia mengatakan, “Hari Kanker Dunia yang setiap tahun diperingati, terus mengangkat isu penting terkait akses terhadap perawatan pasien kanker. Takeda Indonesia dalam hal ini berkomitmen untuk membuka akses dan menjalankan tujuan organisasi kami untuk menghadirkan obat-obatan inovatif yang dibutuhkan para pasien, salah satunya untuk Hodgkin Limfoma dimana terdapat populasi pasien yang memiliki keterbatasan untuk mendapatkan perawatan yang sesuai untuk kondisi mereka.”

Limfoma Hodgkin adalah kanker pada sistem kelenjar getah bening, yang merupakan kumpulan jaringan dan organ yang membantu tubuh menyerang infeksi dan penyakit. Menurut Global Cancer Statistic (Globocan) 2020, terdapat 1.188 kasus Limfoma Hodgkin di Indonesia.

Limfoma Hodgkin terjadi ketika salah satu jenis sel darah putih, yaitu limfosit tipe B, berkembang secara tidak normal (mutasi) dan menyebar ke berbagai bagian tubuh melalui pembuluh sistem limfatik. Kadar limfosit B yang berlebihan akan mengganggu daya tahan tubuh sehingga penderita Limfoma Hodgkin lebih rentan mengalami infeksi.

Belum diketahui apa yang menyebabkan mutasi pada sel-sel tersebut, tetapi ada dugaan terkait dengan sejumlah faktor seperti usia 15-30 tahun, usia di atas 55 tahun, jenis kelamin laki-laki, riwayat kanker pada keluarga, infeksi virus Epstein-Barr, pengguna narkoba, daya tahan tubuh lemah misal karena menderita HIV, lupus ataupun autoimun.

“Berhubungan dengan umur, banyak juga anak-anak dan anak muda yang terkena penyakit kanker Limfoma Hodgkin ini karena imun mereka belum mature atau matang,” jelas dr. Andhika.

“Sehubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr, ini banyak terjadi karena ada hubungannya dengan pola makan seperti ikan asin, ikan asap ataupun daging asap dimana disitu virus Epstein-Barr mudah tumbuh. Virus Epstein-Barr tidak hanya penyebab kanker kelenjar getah bening tapi juga nasofaring,” jelas dr. Andhika lagi.

Berdasarkan tatalaksana dari National Comprehensive Cancer Network (NCCN), jenis pengobatan Limfoma Hodgkin diantaranya: kemoterapi, terapi target, radioterapi, transplantasi sumsum tulang, dan imunoterapi.

Sebanyak 20% pasien Hodgkin Limfoma yang sudah pernah mendapatkan pengobatan lini pertama masih memiliki kemungkinan kambuh. Para pasien kambuh ini membutuhkan pengobatan lini kedua yang sesuai untuk kondisi mereka, akan tetapi akses terhadap obat-obatan inovatif yang mereka butuhkan masih terbatas, dan tingkat keterjangkauan juga masih rendah.

“Baru-baru ini pengobatan inovatif terapi target akan segera masuk kedalam skema Jaminan Kesehatan Nasional di mana akan lebih banyak pasien yang akan mendapatkan akses terhadap obat-obatan yang dibutuhkah, terutama untuk para pasien yang memiliki kekambuhan,” ungkap dr. Andhika.

Bayu Dwito Praharso, Pejuang Limfoma Hodgkin

Dari sisi akses pengobatan, berdasarkan laporan dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) negara dengan pendapatan nasional yang lebih rendah memiliki ketersediaan obat anti-kanker yang lebih rendah, termasuk terapi target. Hal ini menimbulkan perbedaan pada angka harapan hidup pasien kanker di berbagai negara.

Berbagai strategi dapat diterapkan oleh pemangku kepentingan untuk meningkatkan akses terhadap obat kanker, salah satunya dengan menyediakan program bantuan pasien.

“Takeda Indonesia berkomitmen untuk menyediakan akses terhadap pengobatan inovatif, salah satunya dengan membuka akses secara luas melalui program Jaminan Kesehatan Nasional dan juga Patient Assistance Program kami yaitu Takeda BISA (Bantu Indonesia Sehat melalui Akses),” sebut Mr. Andreas.

Takeda BISA (Bantu Indonesia Sehat melalui Akses) merupakan program yang memudahkan pasien mendapatkan akses pengobatan inovatif bagi pasien yang memenuhi syarat medis dan finansial, sehingga mereka menyelesaikan program perawatan yang dibutuhkan, salah satunya adalah Hodgkin Lymphoma. Program ini telah diimplementasikan di beberapa fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek YKI dan beberapa rumah sakit di Indonesia.

Foto: Tangkapan Layar (Novi)

You may also like
Latest Posts from Majalahjustforkids.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *