“Koko bangun!” teriak Sasa. Koko si kodok menguap dan dengan terpaksa membuka matanya yang masih berat karena rasa kantuk.
“Mengapa kau mengganggu tidurku, Sasa?” keluh Koko. Koko bermaksud memarahi Sasa si ular Piton bola lebih lanjut, tapi tidak jadi. Mata Koko yang besar semakin bertambah besar melihat benjolan kecil di kepala Sasa.
“Hahahaha! Kepalamu lucu sekali!” kata Koko tertawa terbahak-bahak sambil menunjuk Sasa. “Kau jahat, Koko! Benjolan di kepalaku ini akibat lemparan kaleng!” tangis Sasa kesal.
“Lemparan kaleng? Jadi, anak-anak nakal itu datang lagi rupanya!” seru Koko marah sambil menyipitkan matanya. “Salah satu dari anak-anak nakal itu melempar sampah kaleng minuman dan mengenai kepalaku!” ujar Sasa membenarkan sambil mengangguk sedih.
Yang dimaksud Koko dengan anak-anak nakal adalah empat orang anak SD. Mereka suka membuang sampah sembarangan di sungai tempat tinggal Koko dan Sasa! “Kita harus membalas mereka!” seru Koko kesal. “Bagaimana caranya?” tanya Sasa. “Tentu saja membuat mereka takut!” jawab Koko.
Seminggu kemudian, 4 anak SD itu kembali ke sungai. Koko dan Sasa bersembunyi di balik semak rimbun. “Itu mereka,” bisik Sasa. “Anak mana yang melempar kaleng ke kepalamu?” tanya Koko. Sasa memperhatikan 4 anak itu.
Seorang anak berwajah murung berdiri agak jauh dari temannya yang lain. “Itu dia!” jawab Sasa. “Baik, ayo kita kejutkan dia!” kata Koko.
Si anak berwajah murung itu mengambil kaleng bekas minuman dari sebuah kantung plastik, lalu melemparkannya ke sungai. Tepat pada saat itu, Sasa muncul dari dalam air, berusaha keras berwajah menyeramkan. Dia mendesis-desis marah.
“Ulaaar!” seru ke-4 anak SD itu. Si anak yang berwajah murung sangat panik sehingga dia tercebur ke dalam sungai! “Wah, gawat!” seru Koko. Ke-3 temannya berlari meninggalkan si anak murung. “Jahat sekali mereka!” seru Sasa. “Toloong! Aku tidak bisa berenang!” teriak si anak murung. Tanpa ragu, Sasa menolong si anak dengan menggigit kerah seragamnya dan membawanya ke tepian.
“Terima kasih ular, kau baik sekali,” kata si anak murung. Koko melompat ke dekat si anak murung dan berkata, “Namaku Koko. Kenapa kau membuang sampah ke sungai tempat tinggal kami?” Si anak murung terkejut. “Kau bisa bicara!” serunya. “Aku juga bisa bicara. Namaku Sasa. Karena bisa berbicara, kami dibuang oleh majikan kami yang ketakutan. Karena itulah kami tinggal di sungai ini. Kalau sungai ini penuh sampah, kami akan susah!” jelas Sasa.
“Namaku Hema. Maaf, sebenarnya aku tidak ingin membuang sampah sembarangan ke sungai tempat tinggal kalian. Ketiga temanku itu yang menyuruhku, kalau tidak, mereka tak mau berteman denganku!” kata si anak murung menangis sedih.
“Mereka bukan anak-anak baik yang pantas dijadikan temanmu!” seru Koko. “Tiga orang anak itu sama sekali tidak menolongmu di saat kau susah, apakah kau masih mau berteman dengan mereka?” tambah Sasa. Si anak menggeleng. “Kalian benar. Karena pendiam, aku jadi tidak punya teman di sekolah. Ke-3 anak itu yang pertama kali mengajakku bermain, tapi aku sadar ternyata mereka hanya membuatku jadi bahan tertawaan saja. Aku tidak akan menutup diri lagi dan berusaha mencari teman,” kata Hema.
Koko dan Sasa mengangguk senang. “Maukah kalian jadi temanku dan tinggal di rumahku? Aku hanya tinggal berdua dengan kakakku dan dia pecinta binatang! Halamanku luas dan ada kolam di sana!” ajak Hema pada Sasa dan Koko. Sasa dan Koko bersorak gembira. Begitulah, Koko dan Sasa mempunyai tempat tinggal baru karena menolong Hema. Mereka bertiga menjadi teman akrab. Hema yang sekarang tidak lagi pemurung!
Cerita: Seruni Ilustrasi: JFK