Jeti si pesawat jet adalah pesawat yang canggih. “Aku tak perlu susah payah membaca gerak angin, menghitung bahan bakar, dan melakukan pekerjaan berat lainnya, semua sudah diatur dengan komputer,” ucapnya bangga. Tubuh Jeti terbuat dari bahan-bahan hasil temuan terbaru para ilmuwan. Semua ini membuat Jeti angkuh dan memandang rendah yang lain, bahkan alam.

Pada suatu hari, Jeti mengganggu kawanan burung yang sedang terbang dengan tenang. “Minggir kalian semua! Ini jalan pesawat canggih sepertiku! Awas, jangan sampai mengenaiku karena kalian akan diburu sampai punah!” seru Jeti. Seekor burung kecil bernama Pu begitu ketakutan hingga menabrak moncong Jeti. BRUK! “Burung bodoh! Beruntung kau masih kecil, kalau tidak, aku akan membuatmu jatuh!” ujar Jeti bengis. Ibu Pu marah dan terbang mengejar Jeti, tapi sebuah pesawat baling-baling bernama Bari mencegahnya. “Aku akan menasehati Jeti,” janji Bari. “Baiklah,” jawab Ibu Pu.

Bari melihat Jeti mendarat, lalu menyusul dan bicara dengannya. “Tidak baik bersikap angkuh pada burung, karena merekalah kita bisa jadi pesawat,” nasehat Bari. “Tapi, pesawat lebih hebat dari mereka. Kita mesin yang tak pernah lelah dan bisa mengalahkan alam. Jangan pernah menasehatiku lagi!” seru Jeti kesal. Bari bingung. Apa yang bisa mengubah sikap Jeti?

Suatu hari, cuaca mendadak berubah sangat buruk. Ibu Pu dan Pu melihat ke langit dengan cemas. “Sekarang cuaca mulai berubah cepat. Kita tak pernah tahu apa yang terjadi di langit,” tuturnya. Tapi, Jeti menertawakan mereka. “Tidak seperti kalian, aku dibuat kuat dan bisa terbang tinggi melampaui awan hitam pembuat cuaca buruk. Alam tak akan membuatku celaka,” ucap Jeti dengan congkaknya, menyalakan kedua mesin jetnya, lalu terbang berlalu.

Akan tetapi, hal buruk terjadi ketika Jeti terbang di langit. Dia menemui banyak guncangan parah yang tak bisa dilacak oleh komputernya. “Ada yang salah dengan sayapku!” seru Jeti. Udara dingin dalam awan hitam membuat sayap Jeti beku. Ia pun jatuh. “Toloong!” jerit Jeti ketakutan.”Jangan takut!” rupanya Bari datang menolong Jeti. “Terima kasih, Bari!” tangis Jeti terharu.

“Pu dan Ibunya memberitahuku kalau kau terbang dalam cuaca buruk. Itu adalah hal yang benar-benar tak bijaksana,” ujar Bari. Jeti meminta maaf pada Bari, Pu, dan Ibunya. “Maafkan aku. Aku mengira diriku paling hebat. Tapi, aku tak bisa mengalahkan alam. Alam adalah tempat kita semua hidup, dan kita harus menghormatinya,” kata Jeti tersadar dari keangkuhannya selama ini. Sejak saat itu, Jeti tak lagi angkuh. Dia mau berteman, rendah hati, dan selalu bertindak bijaksana. (Teks: Seruni/ Ilustrasi: Fika)

 

You may also like
Latest Posts from Majalahjustforkids.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *