“Milaaaa…!” panggil Ibu. Panggilan Ibu hampir membuat Mila terjatuh dari kursi karena kaget. Tergopoh-gopoh ia menuju sumber suara. Ibunya berdiri di dekat meja TV dengan muka marah. “Uang siapa ini?” tanya Ibu sambil menunjuk 3 keping uang Rp 100,00. Mila menjawab dengan muka cemberut, “Uang Mila Bu.”
“Kenapa ditaruh di sembarang tempat? Kan kamu sudah punya dompet untuk menyimpan uang koin,” tanya Ibu lagi. “Ah, itu kan cuma uang kecil, Bu. Nggak perlu disimpan. Sekarang juga sudah jarang digunakan,” jawab Mila santai. “Sudah Ibu bilang berkali-kali, jangan suka meremehkan uang. Walaupun nilainya kecil dan jarang digunakan, tetap tidak boleh ditaruh sembarangan. Uang kecil bila dikumpulkan jadi besar manfaatnya,” jelas Ibu.
Mila tetap tidak mengerti, mengapa Ibunya selalu ribut hanya gara-gara uang Rp 100,00. Sebenarnya nasihat dari Ibunya itu sudah berulang kali didengarnya, tetapi sama sekali tidak pernah dilaksanakan oleh Mila. Menurut Mila, sekarang ini jarang sekali barang yang harganya ratusan perak. Jadi Mila merasa bahwa uang receh sudah tidak diperlukan lagi.
Sore itu, Mila pergi ke toko buku untuk membeli alat-alat tulis. Karena kebetulan, besok Mila ada pelajaran Matematika, dan Mila butuh alat tulis agar peralatan belajarnya lengkap. Sebelum berangkat, Mila meminta uang kepada ibunya. “Rp 10.000,00 cukup kan, Mil?” tanya Ibu. “Cukup Bu, terimakasih ya,” jawab Mila.
Setelah tiba di toko buku, Mila mengambil alat-alat tulis yang diperlukannya. Ada buku tulis kotak, pensil, penghapus, rautan, dan penggaris. Sebelum pergi ke kasir, ia menjumlahkan harganya. Mila terkejut. Ternyata total harganya Rp 10.600,00. Padahal ia tadi cuma diberi Rp 10.000,00 oleh Ibunya. Mila mengaduk-aduk isi dompetnya untuk memeriksa barangkali ada uang receh di situ. Syukurlah dia menemukan sekeping Rp 500,00. Namun ia tetap belum lega, karena uangnya masih kurang Rp 100,00. “Aduh, bagaimana ya?” keluhnya dalam hati.
Mila mencoba memilih barang-barang yang penting saja. Namun semuanya penting karena besok ada pelajaran matematika. Ia butuh semua alat tulis itu. Akhirnya, Mila terpaksa menaruh kembali penggaris yang telah dipilihnya. “Besok pinjam si Imel saja,” pikirnya. Sepanjang perjalanan pulang, Mila baru menyadari bahwa semua nasihat Ibunya benar. Uang Rp 100,00 memang hanya uang kecil, tetapi jika tidak ada, akan repot jadinya. Seperti yang telah dialaminya tadi. Ia tidak bisa membeli penggaris hanya gara-gara uang Rp 100,00. Mila berjanji tidak akan meremehkan uang Rp 100,00 lagi. Ia akan menyimpan dengan baik setiap uang yang dimilikinya tanpa peduli besar atau kecil. Pelajaran ini sangat berharga bagi Mila.