“Ihhhh… Jalanannya becek,” ujar seorang gadis cilik saat berjalan menuju sekolahnya. Gadis bernama Dina itu selalu menggerutu sepanjang jalan. “Sepatuku jadi kotor nih, padahal sepatu ini kan mahal,” lagi-lagi Dina menggerutu kepada ibunya yang mengantar ke sekolah.

“Lihat juga kaos kakiku, basah dan kotor,” gerutu Dina tak pernah berhenti. Ibunya yang berada di samping Dina, hanya bisa tersenyum melihat perilaku anaknya tersebut. “Kenapa sih kita tidak memakai mobil, Bu?” tanya Dina kepada ibunya.

“Hari ini jadwal mobil kita masuk ke bengkel,” jawab Ibu Dina. “Lagi pula jarak sekolah dari rumah kan dekat, apa salahnya sih jalan kaki,” ujar Ibu Dina. Mendengar jawaban Ibunya, Dina tak berkata apa-apa. Ia hanya bisa cemberut sambil membersihkan kotoran yang menempel di sepatunya. “Aku malu kalau datang ke sekolah, dekil begini,” ancam Dina kepada Ibunya.

Hujan terus turun dengan derasnya. Dina dan ibunya tetap berjalan kaki sambil berlindung dengan payung yang mereka gunakan. “Seragamku juga mulai basah nih, Bu,” rengek Dina.

Hari itu, Dina memang tak diantar dengan mobil oleh supir seperti hari-hari sebelumnya. Selama ini, Dina dikenal sebagai anak manja dan suka menggerutu. Apalagi, bila keinginannya tidak terwujud. Ia akan menggerutu sepanjang hari, sampai keinginannya terwujud. Ibunya pun sempat kesal dengan sifat anak satu-satunya tersebut. Tapi Dina tak pernah berubah.

Pernah suatu hari, Dina meminta seperangkat mainan Barbie lengkap dengan rumah mininya. Padahal, di toko, persediaan mainan tersebut sedang kosong. Si pelayan toko baru menjanjikan barangnya tiga hari kemudian. Alhasil, selama tiga hari, Dina tak pernah berhenti menggerutu. Apapun dijadikan bahan gerutuan baginya. “Aku kesepian nggak ada boneka barbie,” ujar Dina. “Enak banget nih kalau ada boneka barbie, aku jadi nggak bosan,” lagi-lagi ia menggerutu.

Di tengah perjalanan menuju sekolah, Dina dan Ibunya tak sengaja bertemu dengan Dudung, teman sekolah Dina. Saat itu, Dudung nampak tergesa-gesa sembari membawa setumpuk koran di tangan kanannya. Di punggung Dudung, tas butut yang hampir bolong di bagian bawah tetap dibawanya untuk membawa buku-buku pelajaran. Ia berusaha menghindari hujan yang mulai membasahi koran dan majalah yang sedang dibawanya.

Saking tergesa-gesanya, hampir saja Dudung menabrak Dina dan ibunya. “Maaf ya, Dina,” ujar Dudung, “Oya, maaf juga, Tante,” sambil melihat ke arah Ibu Dina.

Beberapa saat kemudian, Dudung setengah berlari menuju sebuah warung yang letaknya bersebelahan dengan gerbang sekolah. Sambil berlindung dari hujan, ia mengganti bajunya dengan seragam sekolah yang sudah dibawa di dalam tasnya. Tumpukan koran dan majalah pun ia masukkan ke dalam tas bercampur dengan buku pelajaran.

“Kamu darimana, Dung?” tanya Ibu Dina yang langsung menghampiri. Sambil menggerutu, Dina mengikuti Ibunya dari belakang. “Mmm.. Saya habis berjualan koran di perempatan jalan sana, Tante,” jawab Dudung sambil menunjuk ke arah perempatan jalan tak jauh dari sekolah. “Kenapa kamu berjualan koran, Dung?” Ibu Dina kembali bertanya. “Untuk membantu Ibu membayar sekolah dan adik-adik saya,” jawab Dudung.

Meski Dudung harus berjualan koran sebelum berangkat sekolah, ia tak pernah mengeluh sedikitpun. “Saya berjualan agar saya bisa tetap sekolah, Tante,” aku Dudung yang selalu tampak ceria meski harus bekerja keras. Mendengar jawaban tersebut, Dina yang suka mengeluh, langsung merasa malu.

“Lihat Dudung, dia tak pernah mengeluh dengan keadaannya yang kurang beruntung,” kata Ibu kepada Dina. Gadis cilik itu pun mulai menyadari kesalahannya. Selama ini, ia selalu menggerutu padahal segala keinginannya selalu dipenuhi oleh kedua orangtuanya. Sedangkan, Dudung yang harus rela bekerja keras demi sekolah, tak pernah mengeluh sedikit pun.

“Aku minta maaf ya, Bu, aku selalu menggerutu selama ini,” ungkap Dina. Ia kini berjanji tak akan pernah menggerutu dan mengeluh lagi.

“Ayo, Dung, bareng sama kami pakai payung,” ajak Dina. Mereka bertiga pun mulai melanjutkan perjalanan menuju gerbang sekolah yang tak jauh dari tempat mereka berbincang.

“Bu, bolehkah aku memberikan beberapa tas yang sudah tak terpakai lagi untuk Dudung?” bisik Dina kepada ibunya. Sang Ibu pun mengangguk pelan sambil tersenyum bahagia melihat perubahan sikap anak gadisnya itu.

Sejak saat itu pula, Dina tak pernah lagi menggerutu. Bahkan, ia selalu tersenyum dan mensyukuri apa yang telah dimilikinya. Dina juga kerap membantu teman-temannya yang membutuhkan bantuan. (Teks : JFK Ilustrasi : Agung)

 

You may also like
Latest Posts from Majalahjustforkids.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *