TikTok Dukung CfDS dan Onno Center untuk Meluncurkan Whitepaper tentang Keamanan Siber di Indonesia

Sejak pandemi Covid-19 menyerang Indonesia, masyarakat dianjurkan untuk lebih banyak beraktivitas di rumah, termasuk bekerja, sekolah, belanja, dan lain-lain guna menekan laju penularan. Di balik kebijakan itu, terjadi pelonjakan teknologi informasi dan komunikasi, yang sebagian besar membutuhkan jaringan internet.

Berdasarkan data Mckinsey selama masa pandemi, Indonesia mengalami peningkatan penggunaan perangkat seluler dengan rata-rata waktu akses selama 6 jam sehari. Besarnya jumlah pengguna internet, maupun media sosial memunculkan perhatian khusus mengenai keamanan siber bagi pengguna dalam aktivitas digitalnya.

Ya, keamanan siber telah menjadi isu prioritas seluruh negara di dunia sejak teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan. Contoh kecil saja, Moms dan Dads pasti sering melakukan transaksi keuangan via gadget, entah itu menggunakan e-wallet, kartu kredit, transfer, dan sebagainya. Terjaminnya data-data pribadi kita (termasuk  OTP/one time password) tentu menjadi krusial guna mencegah bentuk penipuan di kemudian hari. Apalagi, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyatakan selama semester 1 di tahun 2020, terdeteksi sekitar 149.783.617 serangan siber ke Indonesia dan meningkat lima kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun 2019.

Mengingat meningkatnya aktivitas di internet di masa pandemi ini, tentu risiko terjadinya serangan siber makin tinggi dan harus tetap diwaspadai. Apalagi bila pengguna internet memiliki kesadaran rendah untuk memeriksa fitur dan konfigurasi keamanan di perangkat mereka secara reguler.

Nah, bertepatan dengan bulan keamanan siber dunia yang jatuh pada bulan Oktober, TikTok mendukung penyusunan whitepaper (lembar putih) oleh Center for Digital Society (CfDS) di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Onno Center, lembaga think tank dari Indonesia untuk sektor teknologi dan komunikasi.

Whitepaper berjudul “Pentingnya Kemitraan untuk Memperkuat Keamanan Siber Indonesia” yang resmi diluncurkan hari ini, menyorot tren utama yang sedang dan akan terjadi di dunia keamanan siber. Di dalam kajian tersebut, antara lain diungkapkan ada 88,4 juta serangan siber yang terjadi di Indonesia, selama Januari- April 2020 berdasarkan data BSSN. Tak hanya itu, konsultan hukum industri perangkat lunak, Business Software Alliance (BSA) menyebutkan, 83% perusahaan di tanah air rentan diretas.

“Perpindahan aktivitas ke ranah digital yang kemungkinan besar tetap terjadi setelah pandemi berakhir ini menuntut masyarakat untuk semakin meningkatkan literasi digitalnya, terutama dalam hal keamanan,” kata Anisa Pratita Kirana Mantovani, Research Manager, CfDS. “Penyusunan whitepaper turut dilandasi oleh tujuan tersebut, untuk memberdayakan para pengguna dalam mencegah dan menghadapi serangan siber, dan bagaimana para pemangku kepentingan lainnya dapat mengambil perannya,” katanya.

Ya, dengan adanya pandemi COVID-19 ini, dimana kegiatan sekolah dan perkantoran dianjurkan untuk dapat dilakukan secara jarak jauh, pengguna internet tidak mempunyai pilihan lain kecuali untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan situs atau internet secara umum. Serangan siber yang berpotensi semakin meningkat ini tidak hanya melibatkan pengguna individu, tetapi juga pemangku kepentingan yang lebih luas. Mulai dari perusahaan atau industri sebagai penyedia layanan jasa, sektor akademis yang mempersiapkan sumber daya manusia, dan juga pemerintah sebagai regulator, salah satunya dalam hal keamanan siber.

Whitepaper tersebut juga membahas sejumlah rekomendasi untuk memperkuat keamanan siber, antara lain:
– Pemerintah melanjutkan kepemimpinan di dalam transformasi digital, menciptakan regulasi yang sejalan dengan industri;
– Pentingnya transparansi di tingkat perusahaan tentang kebijakan dan praktik keamanan siber, agar dapat memberikan keyakinan kepada pemangku kepentingan;
– Peningkatan sumber daya melalui riset dan pengembangan, serta mempercepat literasi digital untuk memberdayakan pengguna dalam hal keamanan digital;
– Kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk bersama-sama melindungi dunia siber.

Dukungan TikTok terhadap penyusunan whitepaper ini menunjukkan komitmen perusahaan untuk terus membangun lingkungan yang aman dan nyaman kepada pengguna. “Kami mendukung kerjasama antara CfDS dan Onno Center dan menyambut rekomendasi untuk berkolaborasi lebih jauh dengan para pemangku kepentingan. Hal ini tentunya untuk meningkatkan keamanan serta memberdayakan pengguna agar lebih aman di internet,” tutup Donny Eryastha, Head of Public Policy, TikTok Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Kajian “Pentingnya Kemitraan Untuk Memperkuat Keamanan Siber Indonesia” dapat diakses secara resmi pada website resmi CfDS dan Onno Center pada tanggal 20 Oktober 2020 bertepatan dengan peluncuran resmi dan dalam memperingati bulan keamanan siber dunia.

Foto: Freepik

You may also like
Latest Posts from Majalahjustforkids.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *