Daku seekor kuda penarik kereta. Tapi penampilannya tidak tampak susah dan lusuh seperti kuda penarik kereta lain, bulunya mengkilap indah, kakinya kuat dan kekar.

Pagi ini Daku tidak bekerja, tapi dia tidak tidur beristirahat seperti kuda penarik kereta lainnya. Daku berdiri termenung, alisnya bertaut. Dia sedang berpikir keras.

“Wah selamat pagi Daku…hari ini pun kau tampak hebat!” puji teman Daku, seekor kelinci bernama Bit. “Hentikan pujian itu Bit, karena kepalaku pusing memikirkan nasib kuda-kuda penarik kereta. Mereka akan bernasib malang!” seru Daku.

“Lagi-lagi menyebarkan kabar tidak menyenangkan. Pantas saja tidak ada kuda yang mau berteman denganmu. Mana ada yang mau mendengar kabar buruk?” ucap Bit menggelengkan kepalanya.

“Dengar, Bit. Aku bukan hanya kuda cantik tapi juga pintar. Kuda yang pintar memikirkan masa depan. Kuda-kuda penarik kereta lain tidak mau memikirkan masa depan karena mereka picik dan bodoh. Yang ada di kepala mereka hanya menarik kereta, makan, dan tidur. Aku memerhatikan apa yang terjadi di sekelilingku, manusia dan hewan-hewan lain. Dan sebentar lagi akan ada perubahan yang tidak menyenangkan!” jelas Daku.

“Perubahan apa?” tanya Bit. “Kuda tidak akan berguna lagi sebagai kendaraan manusia. Kita akan digantikan mesin!” seru Daku kesal. “Tidak baik menjuluki teman-temanmu yang lain bodoh dan picik, Daku. Kau terlalu angkuh,” kata Bit. “Tidak ada yang bisa mengerti pemikiran kuda pintar seperti aku! Bahkan sahabatku sendiri! Lebih baik kau pergi saja, Bit,” kata Daku berbalik pergi meninggalkan Bit yang sedih.

Akhirnya, apa yang ditakuti oleh Daku terjadi. Suatu hari di saat hujan turun, Daku dan teman-temannya penarik kereta dipanggil dan diberi tahu oleh si pemilik kalau usaha kereta kuda  tutup dan kuda-kuda dibebaskan. Mulai saat ini, orang-orang memakai mesin untuk transportasi. Si pemilik benar-benar menyesal dan dia menangis sedih.

Tapi, tangis si pemilik tidak sekeras tangis Daku. Bagaimana nasibnya nanti? “Ini karena tidak ada yang memercayaiku mengenai berakhirnya pekerjaan kuda penarik kereta, dan sebagai tunggangan!” seru Daku.

Daku tenggelam dalam kesedihan, sampai pada satu hari Bit mendatanginya. “Daku, jangan bersedih, aku dan teman-temanmu kuda-kuda penarik kereta datang untuk membuatmu gembira,” kata Bit sambil mengajak Daku keluar.  Dan ketika melihat penampilan teman-teman kudanya, Daku tertawa.

Teman-teman Daku mengenakan topi dan kain berwarna-warni. Mereka juga menarikan tarian lucu yang mau tidak mau membuat Daku melupakan kesedihannya. Tapi, Daku tiba-tiba ketakutan.

“Jangan-jangan, kalian sudah gila karena sedih kehilangan pekerjaan!?” seru Daku khawatir. Kini giliran Bit dan teman-teman kuda Daku yang tertawa. “Tentu saja tidak, Daku! Itu kau! Kami sekarang mendapat pekerjaan yang lebih menarik. Kami pemain sirkus terkenal! Dan pendiri sirkus  tidak lain adalah pemilik kereta kuda,” jelas seekor kuda, salah satu teman Daku.

Mendengar itu, Daku menyadari sesuatu dan merasa menyesal serta malu. Selama ini Daku hanya menggerutu saja, meratapi nasib dan keadaan, tapi dia tak mau berusaha mencari jalan keluar. Daku merasa dia sendiri saja yang menderita, padahal teman-teman kudanya dan pemilik usaha kereta juga menderita. Tapi berbeda dengan dirinya, mereka mencari jalan keluar dan mendapatkannya.

Daku terlalu angkuh untuk mengajak teman-temannya berunding. Dia meremehkan mereka. “Daku, kami membutuhkanmu, kuda tercantik di antara kami,” kata seekor kuda, teman Daku yang lain. “Aku tidak pantas menjadi kuda cantik, aku hanya seekor kuda payah yang suka menggerutu,” kata Daku.

“Tidak, Daku. Kalau tidak ada pemikiranmu, mereka tidak bisa mencari jalan keluar dengan cepat,” kata Bit. “Ya, Daku. Bit memberi tahu kami tentang mesin yang akan menggantikan kuda. Kau kuda yang suka berpikir karena itulah kelebihanmu. Dan kami kuda yang suka melakukan sesuatu. Pemikir dan pelaksana, bisa bekerja sama dengan baik! Kami membutuhkan pikiranmu yang pintar, ayo kita menjadi pemain sirkus!” kata teman-teman Daku. Daku yang terharu, berterima kasih lalu menerima ajakan mereka, dan dia tidak lagi angkuh.

 

 

 

Cerita: Seruni      Ilustrasi: Agung

 

You may also like
Latest Posts from Majalahjustforkids.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *