”Ma, mana baju seragam merah putih ku?” jerit Acha dari dalam kamar.
”Jangan teriak-teriak, Cha, Mama sakit lagi, sekarang di kamar sedang tidur,” hardik Tante Dwi adiknya Mama.
”Mama sakit apa, Tante? Mama selalu lemas setiap kali penyakitnya kambuh,” ucap Acha bingung.
”Baju seragamnya sudah Tante siapkan. Nanti sore Ayah akan membawa Mama ke rumah sakit, jadi baru nanti tahu Mama sakit apa. Sana ambil seragamnya, sekalian punya adik-adik ya, Cha,” pinta Tante Dwi.
Sekarang, semua peran Mama di rumah, praktis diambil alih Tante Dwi. Kami sekeluarga masih tinggal di rumah Eyang bersama Tante Dwi yang belum menikah.
”Cha, nanti Tante jemput kalian semua jam satu ya! Kalau Tante belum datang, jangan kemana-mana. Ingat ya, Cha, jaga adik-adik,” terang Tante Dwi tersenyum.
”Dah, Tante. Sampai nanti siang ya. Aku akan jaga adik-adik,” kata Acha melangkah gontai masuk gerbang sekolah sambil tak putus memikirkan Mamanya yang sakit.
Jam satu siang tepat, Tante Dwi sudah menunggu di depan gerbang sekolah.
”Hai keponakan Tante semua, apa kabar? Wah, sudah lapar ya? Maaf ya Tante nggak masak makan siang, ayo kita makan di restoran,” sapa Tante Dwi pada Acha, Ina, dan Bram.
”Tante, keadaan Mama bagaimana sekarang? Sudah pulang ke rumah kan?” tanya Acha penasaran kepada Tantenya.
”Mama sakit lupus, Cha, dan sekarang harus dirawat di rumah sakit untuk sementara waktu. Kalian tidak usah khawatir karena Tante akan menjaga kalian selama Mama di rumah sakit,” jelas Tante Dwi.
”Terima kasih ya, Tante Dwi,” ucap Acha riang. ”Acha dan adik-adik dapat cinta dari dua Mama, dari Mama dan Tante yang sudah menganggap kita keponakan sekaligus anak, hehe..” ungkap Acha bergelayut manja pada Tantenya.
Tidak terasa, air mata mengalir dari ujung mata Acha karena haru dan senang. ”Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengirimkan Tante Dwi sebagai Mama kedua kami,” gumam Acha perlahan.
Cerita: JFK Ilustrasi: JFK