Biga si merpati yang sebatang kara, sejak kecil tinggal bersama Nenek Lulu di Kota Lonceng. Saat muda, Nenek Lulu adalah pengantar surat yang hebat. Setiap surat pasti bisa diantarkannya. Alamat yang sulit sekalipun, pasti bisa sampai.
“Kini, aku sudah tua. Kakiku sakit jika digunakan untuk berjalan jauh. Aku bersyukur ada kau, Biga, yang menggantikanku mengantar surat,” kata Nenek Lulu sambil mengelus kepala Biga.
“Nenek tahu mengapa warna buluku merah? Atau mengapa aku bisa terbang sampai ke luar angkasa?” tanya Biga. “Maaf, Nenek juga tidak tahu,” jawab Nenek Lulu.
Ya, warna bulu Biga memang merah cerah. Biga juga mampu terbang sampai ke luar angkasa. Untuk burung merpati, itu sangat aneh. Akibatnya, Biga dimusuhi merpati lain yang berwarna putih bersih. “Kau benar-benar merpati mengerikan!” ledek mereka.
Biga sedih sekali. “Jangan bersedih terus, Biga. Nenek sama sekali tidak menganggap bulumu yang merah dan kemampuan terbangmu itu aneh. Kau adalah merpati yang hebat,” ujar Nenek Lulu menghibur Biga.
Suatu hari, Biga pergi mengantar surat ke kota yang sangat jauh. Dalam perjalanan, ia bertemu kawanan awan kelabu. Biga mengenal satu awan, namanya Kuku. “Halo Kuku, kau dan teman-temanmu mau kemana?” tanya Biga. “Kami mau pergi ke Kota Lonceng,” jawab Kuku. “Kota Lonceng?! Mengapa kalian pergi ke kotaku lagi? Musim hujan di Kota Lonceng kan sudah selesai,” ucap Biga bingung.
“Apa boleh buat Biga, karena Mahi si matahari menghilang. Aku dan teman-temanku harus terus menerus menurunkan hujan,” kata Kuku. “Sejujurnya, kami sudah lelah. Kalau terlalu lelah, akan berbahaya. Kami semua akan berubah menjadi awan hitam. Awan hitam membawa petir dan angin mengerikan. Kami bisa menghancurkan apa saja, termasuk Kota Lonceng!” jelas salah satu teman Kuku.
“Apa yang harus dilakukan agar kalian tidak berubah menjadi awan hitam?” tanya Biga khawatir. “Mencari Mahi dan memintanya untuk bersinar kembali!” jawab Kuku.
Biga pun memutuskan untuk mencari Mahi. “Aku yakin Mahi pergi ke luar angkasa. Di sana tempat kelahirannya,” seru Biga. Ia segera mengumpulkan tenaga dan terbang jauh ke luar angkasa. “Mahi… Mahi… di mana kau?!” teriak Biga.
“Aku di sini Biga!” Mahi si matahari muncul dengan wajah sedih. “Aku kehilangan warna merah di sinarku. Aku tak bisa jadi matahari terbenam dan terbit, karena itulah aku bersembunyi,” katanya.
“Kalau begitu, ambil saja warna merah dari buluku ini,” seru Biga. “Kau yakin, Biga? Kau akan berubah menjadi merpati putih biasa,” kata Mahi. “Tidak apa-apa, Mahi. Aku selalu bingung kenapa warna buluku merah. Mungkin karena memang aku harus memberikan warna merah ini padamu. Aku senang, kok, jadi merpati putih,” ujar Biga tersenyum gembira.
Mahi si matahari lalu kembali bersinar. Kuku si awan kelabu dan teman-temannya bersorak senang. “Akhirnya, kami bisa istirahat!” kata mereka.
Kini, warna bulu Biga berubah menjadi putih. Keberaniannya pun dikenal di seluruh dunia. Burung-burung merpati yang tadinya meledek Biga, lalu meminta maaf dan berteman dengannya. Berkat Biga, para merpati itu belajar mengantarkan surat. Nenek Lulu sangat bahagia!
Cerita: Seruni Ilustrasi: JFK