Sebagai negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, Indonesia memiliki berbagai macam tradisi menyambut dan meramaikan datangnya hari raya Idul Fitri atau Lebaran. Hari yang ditunggu-tunggu setelah satu bulan penuh menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan. Inilah beberapa di antaranya:
Perang Ketupat
Di Bangka Belitung, tradisi Lebaran ketupat diwujudkan dalam Perang Ketupat yang dilaksanakan pada hari ke-delapan bulan Syawal. Kehadiran Islam di Bangka Belitung juga telah berperan besar mengubah tradisi masyarakat yang sebelumnya mengandung unsur-unsur animisme.
Prosesi Perang Ketupat diawali dengan tari dan lagu Timang Barong (menimang burung) pada malam hari sebelumnya. Lagu itu, diiringi suara gendang dari enam penabuh serta alunan dawai (alat musik), untuk mengiringi gerak lima penari remaja yang menyambut tamu dengan baju dan selendang merah.
Setelah membaca doa-doa, pemimpin adat berpesan agar warga selama 3 hari tidak melakukan beberapa hal yaitu melaut, bertengkar, menjuntai kaki dari sampan ke laut, menjemur pakaian di pagar, dan mencuci kelambu serta cincin di sungai atau laut. Setelah semua ritual doa selesai, mereka langsung menata ketupat di atas sehelai tikar pandan. Sepuluh ketupat menghadap sisi darat dan sepuluh lainnya ke sisi laut. Kemudian, 20 pemuda yang menjadi peserta Perang Ketupat juga berhadapan dalam dua kelompok, menghadap ke laut dan ke darat.
Lebaran Kodeq
Di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB). Menyambut Lebaran ada perayaan yang disebut dengan Lebaran Ketupat. Kegiatan ini juga disebut Lebaran “adat” atau Lebaran “kodeq” atau Lebaran “nine”. Ciri khasnya adalah berlibur ke tempat wisata dengan berbekal makanan ketupat. Tradisi ini dirayakan satu minggu setelah hari raya Idul Fitri.
Telasan Topak
Telasan Topak menurut penyair Madura, D. Zawawi Imron, berarti habis. Telasan juga berarti penghabisan dosa manusia karena telah saling bermaaf-maafan. Ada juga yang bilang Telasan bisa diartikan sebagai bentuk pesta perayaan setelah puasa yang dilakukan secara habis-habisan.
Karena itulah, banyak warga Madura berjuang sekuat tenaga untuk toron atau pulang kampung saat Lebaran. Mereka berusaha keras meluangkan waktu, biaya, dan energi untuk mudik. Cerminan kejayaan di tanah rantau kemudian mereka perlambangkan dalam banyak sedikitnya perhiasan emas yang dikenakan kaum perempuan mereka.
Sebagaimana senjata bagi laki-laki, perhiasan emas bagi kaum perempuan Madura telah menjadi pelengkap utama busana.
Ketupat Colet
Lain halnya dengan tradisi di Tanah Kanyong, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Di rumah-rumah, ibu rumah tangga menyiapkan makanan istimewa berupa Ketupat Colet yang terbuat dari beras ketan atau beras biasa.
Setiap rumah dipastikan akan menyajikan Ketupat Colet yaitu ketupat yang dibuat dari beras dengan lauk pauk biasanya daging sapi atau ayam bahkan kadang pula dengan menggunakan itik. Dinamakan Ketupat Colet mungkin karena cara memakannya tidak disatukan dengan lauk pauk melainkan dicolet ke lauk tersebut. Bagi masyarakat Ketapang, tanpa menghidangkan ketupat yang dimakan dengan dicoletkan ke lauk pauknya, tidaklah afdal.
Nasi Bambu
Masyarakat Gorontalo yang tinggal di sejumlah wilayah di provinsi itu, biasanya berbondong-bondong merayakan Lebaran dengan tradisi makan ketupat dan menu khas daerah tersebut bersama-sama. Ini dilakukan setiap hari ke-delapan bulan Syawal.
Sejak pagi, beberapa ruas jalan di kota Gorontalo dipadati kendaraan menuju ke arah Kabupaten Gorontalo untuk menghadiri perayaan yang sudah menjadi tradisi itu.
Sementara itu, sejumlah warga yang berada di pusat perayaan Lebaran telah siap menyambut kedatangan para tamu dengan berbagai menu makanan, terutama ketupat, dodol, dan nasi bulu atau nasi bambu.
Tradisi tersebut semula hanya dilakukan di wilayah pemukiman warga yang berasal dari Jawa, tetapi kini berkembang hingga ke wilayah perkotaan. Sejumlah kelurahan di kota Gorontalo, seperti Dulomo, Tenda, dan Kampung Bugis juga mulai menggelar Lebaran Ketupat dalam beberapa tahun terakhir. Unik ya, betapa kaya negara kita ini.
Foto: Istimewa