Berdasarkan data yang diterbitkan oleh CIMB Research ASEAN Institute, pada tahun 2015, lebih dari 600.000 masyarakat Indonesia dengan penyakit kritikal seperti kanker maupun jantung, lebih memilih untuk berobat ke luar negeri setiap tahunnya, dengan tujuan utama Malaysia dan Singapura.
Namun belakangan, gelombang pandemi yang berlangsung hingga saat ini mengharuskan pemerintah di setiap negara membatasi keluar masuknya wisatawan ke negara masing-masing, dalam hal ini termasuk medical tourism. Kondisi tersebut sedikit banyak memengaruhi dinamika pengobatan pasien kanker di Indonesia. Banyak pasien yang tidak bisa melanjutkan pengobatan mereka karena akses masuk ke negara tujuan ditutup.
Sebagian masyarakat Indonesia cenderung memilih untuk berobat kanker ke luar negeri atas dasar alasan ketepatan diagnosis, kurangnya mutu pelayanan dan pengawasan kesehatan di Indonesia, dan komunikasi dokter-pasien. Namun bagi pasien kanker, alasan memilih berobat jauh dari keluarga terkadang bukan hanya itu, melainkan beberapa jenis kanker memang belum sepenuhnya dapat dideteksi dan ditangani dengan fasilitas yang ada di Indonesia sehingga berobat ke luar negeri menjadi satu-satunya pilihan.
Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD KHOM, Ketua Umum Pengurus Pusat Yayasan Kanker Indonesia (YKI) mengatakan, “Sebagai salah satu negara terbesar di Asia Tenggara dan dengan jumlah penduduk terbanyak, tentunya dibutuhkan komitmen yang kuat serta waktu yang relatif panjang untuk menyempurnakan sistem kesehatan di Indonesia secara menyeluruh dan merata bukan hanya di kota besar saja. Selama masa pandemi global COVID-19, banyak pasien Indonesia yang biasanya berobat ke luar negeri, tidak dapat melakukan perjalanan ke luar negeri dan mengharuskan mereka untuk berobat di dalam negeri. Hal ini menyadarkan sebagian dari mereka, bahwa rumah sakit di Indonesia juga mampu untuk menangani pengobatan kanker dengan baik, sehingga pada akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pengobatan seterusnya di Indonesia.”
“Oleh karena itu, penting untuk terus melakukan sosialisasi sekaligus edukasi yang berkesinambungan kepada masyarakat Indonesia mengenai pengobatan kanker di Indonesia, agar masyarakat lebih sadar dan paham mengenai penanganan kanker di Indonesia,” ucap Ibu Devy Yheanne, Country Leader of Communications and Public Affairs, PT Johnson & Johnson Indonesia.
PT Johnson & Johnson Indonesia menyadari bahwa sangat penting untuk mendukung berbagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia mengenai kualitas pengobatan beberapa penyakit kritikal di dalam negeri, terutama kanker, tentunya melalui kemitraan dengan para pemangku kepentingan dari berbagai sektor.
Melihat kondisi tersebut, PT Johnson & Johnson Indonesia dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pun bekerja sama menginisiasi Kampanye “Ayo Berobat Kanker di Negeri Sendiri” yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta mengedukasi masyarakat Indonesia bahwa pengobatan kanker dapat dilakukan di negara sendiri, dengan kualitas yang tidak kalah dengan pengobatan di luar negeri.
Di samping itu, kampanye ini juga merupakan call to action atau himbauan kepada para pemangku kepentingan di bidangnya masing-masing untuk terus berupaya dalam meningkatkan kapasitas pelayanan kanker bagi masyarakat Indonesia.
Sebagai rangkaian pertama dari kampanye ini, YKI dan Johnson & Johnson Indonesia mengadakan webinar awam pada Minggu, 13 Desember 2020 lalu dengan mengundang tiga orang narasumber yang berasal dari sektor kesehatan dengan latar belakang yang berbeda –beda untuk memberikan berbagai pandangan sekaligus penjelasan mengenai topik yang diulas pada webinar dan dihadiri oleh lebih dari 70 orang masyarakat Indonesia.
Adapun narasumber yang hadir dalam webinar edukasi publik ini adalah Dr. dr. Djumhana Atmakusuma, SpPD KHOM, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Hematologi dan Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (PERHOMPEDIN); Dr. Dra. Rizka Andalucia, M.Pharm, Apt selaku Direktur Registrasi Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia; dan Dr. Grace F Indrajaja yang menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Siloam.
Pada sesi diskusi, Dr. Dra. Rizka Andalucia, M.Pharm, Apt menyoroti bahwa BPOM juga telah melakukan berbagai upaya berkelanjutan dalam mendukung peningkatkan pengobatan kanker di Indonesia. Beliau menyampaikan bahwa hingga saat ini, berbagai upaya yang sedang dan telah dilakukan oleh BPOM RI bertujuan untuk percepatan pelayanan publik, ketentuan mengenai kriteria dan tata laksana registrasi obat khususnya mengenai jalur evaluasi obat dan surat pemberitahuan persetujuan.
Foto: Ist